Pembangunan Berbasis Iptek

Oleh: Izarul Machdar -

PERDEBATAN bahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) berkorelasi dengan pembangunan ekonomi suatu kawasan masih saja berlangsung. Hal ini disebabkan tidak adanya suatu teori, penelitian, atau model yang dapat menjelaskan hubungan kedua faktor di atas. Diperlukan suatu pengujian dengan menggunakan metode yang sahih untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang akurat tentang arah pengembangan dan aplikasi Iptek yang berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Walaupun demikian, sebagian komunitas tetap meyakini bahwa Iptek berkontribusi terhadap pembangunan suatu wilayah. Laporan dari World Development Report satu dekade yang lalu (1998/1999) telah menunjukkan suatu evident (fakta) bahwa pada tahun 50-an negara Ghana dan Korea memiliki pendapatan per kapita yang sama.

Pada awal tahun 90-an pendapatan per kapita Korea 6 kali lebih besar dari Ghana. Dari hasil analisis, kenaikan pendapatan Korea dipengaruhi sebagian oleh penggunaan Iptek di negara tersebut.

Negara-negara yang mengaplikasi Iptek sehingga kini menjadi negara maju dapat diurut adalah Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Amerika Serikat. Negara-negara ini merupakan pelopor pengembangan industri melalui pengembangan Iptek. Selanjutnya kelompok negara industri yang bergabung adalah negara-negara di Eropa Barat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Perlu diberi catatan di sini, perkembangan transformasi ekonomi negara-negara tersebut tercatat dalam sejarah sejak abad ke-15 (Inggris) hingga abad ke-19 (Amerika Serikat). Walaupun saat ini (2011) negara-negara tersebut (khususnya kawasan Eropa) mengalami keredupan ekonomi yang ditenggarai karena faktor kesalahan pengelolaan finansial bukan karena kemunduran Iptek. Negara-negara industri baru di Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, dan Singapura lahir karena diyakini juga telah menerapkan Iptek secara luas di berbagai sektor yang mendukung pembangunannya.

Strategi di Aceh
Kita mungkin setuju, bahwa pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh secara nyata baru dapat dirasakan pasca terjadinya gempa dan tsunami pada Desember 2004. Jadi saat ini (baru) berjalan selama 7 tahun. Suatu durasi sejarah yang relatif singkat untuk mengukur kemajuan pembangunan. Walaupun diyakini masa-masa kemakmuran Aceh pernah dilalui pada masa Iskandar Muda (1607-1637), tetapi kemajuan tersebut tidak dalam konteks dengan perkembangan Iptek. Pembangunan ekonomi Aceh yang berlangsung selama 7 tahun belakangan ini diwujudkan lebih banyak melalui eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, mencakup minyak bumi dan gas, pertambangan mineral, pertanian dan perkebunan. Pembangunan yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam dan mengabaikan norma dan kaidah kelestarian, konservasi, dan keberlanjutan pada akhirnya menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dihindarkan berupa degradasi kualitas sumber daya alam.

Upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam untuk mendukung pembangunan agar rakyat menjadi makmur dan sejahtera merupakan salah satu strategi di dalam mencari sumber-sumber pendapatan wilayah. Walaupun demikian, pembangunan yang membawa risiko lingkungan rusak sedapat mungkin dihindari melalui penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (eco-development). Tuntutan eco-development hanya dapat dilakukan melalui konsep pembangunan berbasis Iptek (science & technology-based development). Proses pembangunan dilakukan melalui perencanaan yang matang, yang didukung oleh data-data ilmiah dan penerapan metode-metode yang diyakini sesuai dengan konteks lokal.

Fakta sejarah memperlihatkan bahwa, pembangunan di negara-negara industri yang telah disebut di atas, kekuatan penggerak pembangunannya dimulai dengan mempelajari dan belajar dengan seksama dari permasalah sendiri dan secara bijak melihat kesalahan dan strategi wilayah lain sebagai bahan referensi di dalam pembuatan kebijakan dan keputusan. Contoh dapat dilihat bagaimana Korea dan Taiwan mengembangkan industri elektronikanya. Negara-negara ini dalam mengembangkan industrinya mengadopsi road map pengembangan industri informasi negara Jepang, tetapi tetap menggunakan konteks lokal dan mempelajari kesalahan-kesalahan Jepang dalam pengembangan industrinya. Apa yang dapat dilihat, Jepang memerlukan 100 tahun untuk mencapai status negara industri, sedangkan Korea dan Taiwan hanya membutuhkan lebih kurang 25 tahun (seperempat durasi yang dibutuhkan Jepang) untuk mencapai status tersebut (UN, 2000).

Dalam konteks Aceh, tentunya kita harus memilih sektor apa yang dapat dijadikan sebagai salah sektor industri andalan dan mengaplikasi Iptek terkini berbasis kemampuan lokal (SDM dan SDA). Sumber daya alam pertanian di Aceh (salah satu contoh) memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi salah satu model eco-development. Dalam rangka menentukan peran Iptek di dalam pengembangan agroindustri di Aceh, tentunya harus didefinisikan terlebih dahulu konsep agroindustri berkelanjutan dan di mana Iptek itu akan berperan. Negara Thailand adalah wilayah tetangga yang dapat dijadikan wilayah referensi pengembangan agroindustri berbasis Iptek. Tanpa meniru apa yang terbaik bisa menuai yang terburuk. Pengembangan agroindustri berbasis sawit saat ini di Aceh bisa kita jadikan suatu contoh kebijakan yang bisa dikatakan kebablasan. Etika kebijakan lingkungan sama sekali tak teradopsi, sehingga banyak konflik timbul sesudahnya.

Solusi
Lembaga Penelitian dan Pengembangan (R&D) adalah bagian paling kruisial di dalam pengembangan Iptek dalam melahirkan inovasi di suatu wilayah. Lembaga ini akan memberikan kontribusi penting di dalam mengkaji dan melakukan transformasi teknologi termasuk kapasitasnya di dalam melakukan adaptasi, distribusi, dan sosialisasi teknologi baru ke masyarakat pengguna. Lembaga ini juga diharapkan membantu memecahkan masalah proses produksi untuk meningkatkan nilai kompetitif yang tinggi. Membangun Dewan Riset Daerah adalah solusinya. Dewan ini juga diharapkan dapat melahirkan agenda riset daerah yang menjadi acuan pelaku riset (peneliti). Selanjutnya, peran lembaga-lembaga pendidikan di dalam aplikasi IPTEK menjadi sangat penting. Untuk itu, kurikulum yang menekankan praktek magang dan pelatihan teknologi lebih ditekankan dari pada kurikulum hanya berorientasi akademik-teoritis. Mengadopsi kedua metode kurikulum tersebut memang paling baik seperti yang dilalukan di negara Jepang dan Korea untuk melengkapi kompetensi tenaga kerja dari lembaga pendidikan. Karena perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan terus-menerus, maka sistem pendidikan diarahkan pada metode belajar seumur-hidup.

* Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik, Unsyiah


Pembangunan Berbasis Iptek - Serambi Indonesia

0 komentar:

Post a Comment