POLITIK MEURON-RON

Oleh: Dedi Muzlahinur Arhas - 


Meuron-ron merupakan sebuah kata kerja dalam bahasa Aceh yang secara garis besar dan penggunaannya berarti ikut-ikutan.Ikut- ikutan disini berarti membawa diri kedalam sebuah kegiatan yang di dasari atas rasa simpatiknya terhadap suatu kegiatan tersebut.upaya mengikut kan diri tersebut sebenarnya tidak dilandasi terdahulu terhadap prinsip apa yang di putuskan dan di sikapinya dalam kegiatan tertentu.kegiatan ini identik dengan sebuah kelompok dan perkumpulan yang kegiata nya mengarahkan massa untuk mencapai suatu tujuan dengan penawaran daya tariknya tersendiri.

Kata meuron-ron ini memang bahasa yang di hasilkan oleh vocal communication masyarakat Aceh pada umumnya tetapi pemakaian bahasa nya sekarang agak tergolong kurang ,berbalik dengan praktek yang dilakukan. bahwa kegiatan seperti meuron-ron ini terlakukan tanpa tersadari kalau dia telah terjebak kedalam kegiatan tersebut. Hal itu sebenarnya terjadi karna keterbatasan pengetahuan terhadap akibat yang di timbulkan dari perbuatan meuron-ron itu sendiri.walaupun mungkin diluar kesengajaan di barengi alam bawah sadarnya perbuatan tersebuit sering di lakukan oleh orang Aceh sendiri.

Sejati nya meuron-ron ini memang sudah biasa terjadi di Aceh,bukti historisnya ketika pada masa penjajahan di Aceh beberapa puluh serta ratusan tahun yang lampau,masyarakat Aceh secara besar-besaran melakukan penentangan terhadap penjajahan tersebut.Nah, alasan disini jelas kenapa masyarakat Aceh Meuron-ron melakukan perlawanan,terhadap penjajahan tersebut hal itu terdorong kuat oleh karena masyarakat Aceh sendiri masih sangat kental terhadap akhidah ke Agamaannya,sedang kan secara garis besarpihak penjajah penjajah sendiri bukan orang-orang yang beragama islam dalam artian kafir dengan missi yang memang bertentangan dengan apa yang di ajarkan agama islam,sehingga mutlak melakukan perlawana atas dasar fisabilillah,kemudian kedua, ingin merebut kembali harkat dan martabat yang selama ini sudah dirampas sehingga masyarakat aceh merasa tertindas dan menderita,karna itu masyarakat Aceh meuron-ron ¬berperang untuk mengem balikan kemerekaan diri yang selama itu di rampas.
Nah,tentu pembahasan terlihat jelas dari manfaatnya pada saat ini meskipun mudharatnya pernah ambil bagian pada saat itu namun itu resiko yang memang sudah di ketahui dan siap di hadapi berkendara dengan missi murni dan dengan dasar pokok tindakan meuron-ron yang di lakukan tersebut.dasarnya iyalah karena faktor keagamaan yang masih sangat kental dimiliki oleh rakyat Aceh sendiri meskipun ada bebbereapa factor pendukung lainnya tapi relative pragmatis nya seperti itu.bagai mana dengan meuron-ron yang terjadi tanpa dasar yang jelas tentunya akan berdampak kerugian besar di kemudian harinya.maka kerap juga orang aceh melemparkan sebuah ungkapan ““Geutanyoe bek arok that meuron-ron”,ini adalah serangkai kalimat yang sering keluar dari mulut orang Aceh yang dalam bahasa Indonesianya adalah”kita jangan suka ikut-ikutan”kata itu di pakai ketika melihat orang-orang terdekatnya terpengaruh dalam kegiatan –kegiatan tertentu yang dari aspek penilaiannya dianggab kurang bai! k,atau dari kegiatan tersebut akan menimbulkan efek dalam artian negative.

.kembali ke unkapan tadi,yang entah berkesan sebuah nasihat atau teguran namun memang jelas ada benarnya kalau kita menyikapinya dengan baik.ungkapan itu juga akan menjelaskan agar sebelum mengambil sikap tertentu harusnya di tilihat dari dua sisi penilaiannya seperti manfaat dan mudharatnya tadi.artinya kalau bisa kita contohkan dengan realita dalam sehari-hari seperti maraknya kenakalan remaja seperti tawuran,maka orangtu-orangtua di Aceh akan selalu memberi nasihat untuk anaknya,”geutanyoe meunyoe na peu-peu beek galak that meuron-ro)kita kalau ada sesuatu hal jangan suka ikut-ikutan),”nah ungkapan tadi jelas, karena ketika kita mengikutkan diri kedalam suatu kegiatan tanpa memikirkan resiko yang akan kita hadapi maka kesalahan-kesalahan akan tercipta yang disertai kekecewaan dan penyesalan pada akhir nya.

Dinamika meron-ron kekinian

Seperti bahasan awal tadi bahwa tindakan orang-orang Aceh terdahulu jelas apa dasar tindakannya karena patokan utama tadi agama,sehingga dengan segala kemungkinan yang terjadi mereka sudah ketahui ,juga dengan berbagai faktor pendukung lainnya.dan pada dasarnya kegiatan meuron-ron ini didukung oleh kemurnian jargon-jargon misi kemaslahatan umat yang selalu mereka pedomani,baik dari sisi agama maupun ulama dan pembesar yang menjadi panuta nya yang memiliki kesamaan misi murninya tadi.namun itu adalah masalalu yang sangat indah dengan berbagai macam keaslian,kebenaran,kemurnian,dan keikhalasan yang memang masih menjujnjung tinggi kebenara yang murni dan mutlak tidak berunsur apa-apa.

Hakikinya untuk meuron-ron dalam berbagai kegitan perlu sekali ketelitian agar kita tidak terjebak pada individu atau kelompok yang bertopeng pada topeng kebenaran .seperti halnya suaka politik saat ini yang kian memanas.para kandidat pun bersaing keras merenggut massa dengan menaburkan berbagaimacam tawaran popularitas yang kebenarannya tidak kita ketahui.orang-orang pun meuron-ron memberikan pilihan kesalahsatu kandidatnya ,persoalan mendukung boleh saja,tetapi kalau kita hanya meron-ron tanpa bisa menilai para pigur tersebut maka kitapun akan terjebak kelembah kesalahan.
Dinamikameuron-ron yang memang selama ini layaknya sudah menjadi kebiasaan yang semakin membudayapun di jadikan kesempatan oleh para pigur-pigur dan pemeran politik saat ini.memilih pemimpin ini bukanlah perkara mudah karena satu kesalahan saja akan berakibat fatal untuk daerah kita.
Kita jangan terjebak dengan berbagai macam tawaran politiknya ,dengan jargon-jargon yang di layangkannya membuat kita terbuai,sehingga kitapun rawan terjebak kedalam masalah yang serius.

Kegiatan meuron-ron terbukti terjadi juga saat ini dimana dalam penyelenggaraan pemilukada ini pihak penyelenggara dan pihahak-pihak yang ambil bagian seakan tidak pernah tahu –menahu tentang hukum penyelenggaraan tersebut..bukti autentik nya banyak sekali pelanggaran pelanggaran yang dilakukan seperti money politik yang kian membudaya dalam kehidupan politik kita bahkan sebagian masyarakat menganggab ini bukan hal yang tabu lagi begitu juga dengan pelanggaran-pelanggaraan lain.
Contoh saja yang marak terjadi saat ini,aturan tentang penertiban atribut kandidat yang terlupakan sehingga atribut-atribut para kandidat pun bartender lebih 100 meter dari posko pemenangan sehingga layaknya swalayan sepanjang jalan dengan aneka warna yang jelas dan mencolok dan berbagai macam pelanggaran lainnya .
tetapi pihak-pihak penyelenggara dan pihak tertentupun seakan berkesan diam terhadap penyelewengan tersebut.
bahkan masyarakat yang selama ini sering di bodoh-bodohi dengan praktisme politiknyapun ikut diam.
tidak hanya sampai disitu bahkan ikut juga meuron-ron dalam kegiatan yang melanggar tersebut.entah sadar atau tidak hampir setiap penyelenggaraan pesta politikpun kita ikut mendukung praktik yang miring tersebut.

Yakinlah ini akan sangat berbahaya bagi kelanjutan perpolitikan di negeri ini.bawaslu sudah di bentuk tapi bagaimana kinerjanya untuk apa lembaga tersebut terbentuk kalau pelanggaran-pelanggaran masih terjadi,tentunya kita sendiri tidak akan pernah mau lagi dengan yang namanya meuron-ron tersebut.maka ada baiknya kita ikut memberantas pelanggaran dan penyelenggaran kegiatan ini.sehingga kita tidak terkesan meuron-ron yang nantinya akan berdampak pada nasip hukum negeri ini dan imbasnya ke mayarakat kita.Ayo sama-sama menjaga dan mewujudkan pemilukada yang aman,damai ,bersih dan sportif teciptanya pemerintahan yang jurdil dan berintegritas tinggi.Mungkin untuk lebih efisiennya kita bisa bisa menggunakan tips
5W1H (what,who,why,when,where+how)=(apa,siapa,mengapa,kapan,dimana,+kemana)
sehingga semua pertanyaan yang kita butuhkan akan terjawab dan kejelasan itu akan kita dapatkan.semoga kita akan sukses dalam upaya mencari kebenaran yang sejati

Dedi Muzlahinur Arhas
Penulis adalah Ketua Umum HMI Komisariat Universitas Merambi Mekkah Blangpidie Abdya

Para Penikmat Demokrasi

Oleh: Bisma Yadhi Putra -

NILAI-NILAI humanis yang diiringi dengan hak untuk bebas menyuarakan pendapat serta terbuka lebarnya ruang partisipasi publik dalam politik telah menjadikan demokrasi begitu mudahnya menjalar dan diterima di berbagai belahan dunia. Bangsa-bangsa yang sudah muak hidup di bawah tekanan kediktatoran penguasa, akan berusaha meruntuhkannya dan menjadikan demokrasi sebagai jalan keluar atau cita-cita. Demokrasi dianggap akan melahirkan berbagai kenikmatan.   

Selain banyak yang bisa dinikmati, banyak pula yang menjadi penikmat demokrasi. Bahkan mereka yang secara terang-terangan mengaku tidak setuju dengan ide-ide dalam demokrasi --misalnya karena alasan demokrasi adalah produk pemikiran Barat dan akan menggusur nilai-nilai tradisional setempat-- justru, baik secara sadar maupun tidak, juga menjadi para penikmat demokrasi. Dengan adanya kebebasan pers, misalnya, para penentang demokrasi bisa mengakses informasi publik secara bebas dan luas, dan banyak hal lain yang bisa dinikmati dari demokrasi.

Di negara demokrasi, dengan mengatasnamakan demokrasi, orang-orang bebas berpartisipasi dalam politik. Mereka mendirikan partai politik sebagai saluran untuk mewujudkan kepentingan politiknya. Di pesta demokrasi, para politisi mengumbar berbagai janji dan platform program kerjanya kepada publik dengan maksud dan tujuan untuk meraih simpati atau dukungan. Atas nama demokrasi, para politisi, dengan menggiring kepentingan-kepentingan partainya, melakukan penjarahan di lembaga-lembaga negara. Mereka sangat menikmati demokrasi.

Di negara demokrasi, mahasiswa mengklaim bahwa mereka mempunyai hak dan kebebasan untuk berdemonstrasi. Siapa pun berhak menyuarakan aspirasi tanpa harus takut tidak akan pulang ke rumah lagi, seperti yang sering terjadi di era Orde Baru. Pers bebas meliput dan memberitakan apa yang layak dan harus diinformasikan kepada publik, tanpa harus takut dibredel pemerintah. Karena mengekang kebebasan pers ‘haram’ hukumnya dalam demokrasi.

Namun demokrasi bukan hanya milik politisi, mahasiswa dan pers. Demokrasi adalah milik semua orang. Masalahnya, apakah demokrasi sudah dinikmati banyak orang? Secara prosedural, barangkali sudah. Saat Pemilu, masyarakat diberikan hak untuk menentukan dan memilih pemimpin yang diidamkannya. Tak hanya hak memilih, tapi juga punya hak untuk dipilih. Semua orang yang sudah memenuhi persyaratan, memiliki hak tersebut.

Namun hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu atau Pilkada hanyalah kenikmatan kecil dari demokrasi. Ada lebih banyak kenikmatan lainnya di dalam demokrasi. Tetapi karena sangat sedikit memperoleh pendidikan politik, khususnya pengetahuan tentang demokrasi, banyak masyarakat menganggap yang paling penting dari demokrasi hanyalah kebebasan dan memilih pemimpin saat Pemilu atau Pilkada. Padahal seringkali setelah pesta demokrasi selesai dilangsungkan, masyarakat hidup terbengkalai di tengah berbagai himpitan permasalahan hidup yang memprihatinkan. Mereka hanya menjadi penikmat sesaat.

Secara substansial, demokrasi belum bisa dinikmati banyak orang. Apa yang terkandung dalam substansi dari demokrasi, seperti kesejahteraan atau keadilan, hanya segelintir orang saja yang jadi penikmatnya. Substansi demokrasi inilah yang seharusnya bisa dinikmati banyak orang. Ketika ini bisa diwujudkan, tentu tidak ada orang yang harus meninggalkan anaknya di rumah sakit sebagai sandera karena tidak mampu membayar biaya pengobatan, tidak ada anak-anak yang kekurangan gizi, tidak ada anak-anak yang putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan, nasib para buruh sejahtera, dan sebagainya.

 Praktik kotor
Di Indonesia, banyak elite-elite politik yang maju dalam Pemilu atau Pilkada dengan yakinnya mengaku sebagai seorang demokrat. Namun faktanya, jangankan berkomitmen untuk menebarkan benih-benih substansi dari demokrasi, justru malah membajak demokrasi dengan melakukan berbagai praktik kotor di dalam lembaga negara. Jeffrey Winters pernah mengatakan kalau demokrasi Indonesia adalah demokrasi para maling. Jadi yang paling menikmati demokrasi di Indonesia adalah para maling. Maling yang pernah mengaku sebagai seorang demokrat sejati.

Tentu tidak bijak untuk menyalahkan demokrasi -sebagaimana pula sangat tidak bijak menyalahkan komunisme atau ideologi-ideologi lainnya. Kalau kondisi demokrasi sangat amburadul seperti saat ini, itu tidak terlepas dari pihak-pihak yang hanya menjadikan demokrasi sebagai penutup wajah untuk melancarkan aksi kejahatan. Demokrasi dimanfaatkan sedemikian rupa untuk mendapatkan kenikmatan.

Masalahnya, kenikmatan yang dinikmati segelintir pembajak demokrasi itu malah menghisap kenikmatan yang seharusnya dinikmati orang banyak. Jadi, penikmat demokrasi tidak semata-mata hanya orang-orang yang berkomitmen menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melainkan juga oleh mereka yang disebut the hijackers of democracy.

Agar demokrasi bisa dinikmati banyak atau semua orang, tidak cukup dengan mengumbar “keindahan” yang ada di dalamnya. Ia butuh pengejawantahan. Butuh komitmen tinggi atau keinginan yang kuat dari berbagai pihak untuk menebarkan benih-benih demokratisasi yang bisa dinikmati tak hanya oleh sebagian orang saja, tetapi juga oleh banyak orang.

Kesejahteraan yang belum terwujud, membuat rakyat hanya menikmati demokrasi dari segi kebebasan semata. Sementara nilai-nilai substansi demokrasi sama sekali tidak bisa dinikmati. Padahal jika demokrasi tidak dimanfaat oleh para pembajak untuk sekedar mencari kenikmatan dan mencelakakan orang lain, maka kebebasan (demokrasi preosedural) dan kemakmuran (demokrasi substansial) bisa dinikmati secara bersama, tidak hanya salah satunya.

Sudah saatnya, pemerintahan yang mengaku demokratis melahirkan kebijakan yang berkualitas dengan sasaran utamanya adalah mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan berbagai nilai-nilai kemaslahatan lainnya. Jadi negara tidak hanya memberi kebebasan semata bagi rakyat, namun juga nilai-nilai luhur dari demokrasi.

Untuk mewujudkan itu, salah satunya adalah dengan tidak membiarkan para pembajak demokrasi punya kesempatan atau peluang untuk menghisap kenikmatan-kenikmatan yang seharusnya bisa dinikmati banyak orang.  

Dan yang harus diingat, para pembajak demokrasi juga banyak yang berasal dari rakyat, dipilih oleh rakyat, dan akan menyengsarakan rakyat. Mereka bisa masuk melalui Pemilu atau Pilkada. Jadi berhati-hatilah saat memilih dalam pemilihan umum, bisa saja maling yang terpilih. Kalau sudah demikian, jangan harap kenikmatan dari substansi demokrasi akan bisa dinikmati banyak orang. Rakyat akan lebih banyak gigit jari.

* Bisma Yadhi Putra, Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara, Angkatan II (2012).
Para Penikmat Demokrasi - Serambi Indonesia

Diktator Generasi

Oleh: Nazar Shah Alam -

TAHU dan sadarkah kita pada siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas moral, prestasi, dan perkembangan generasi ini, yang menentukan baik dan buruknya mereka, maju dan mundurnya mereka? Jawabannya ialah orang tua mereka sendiri dan generasi sebelum mereka menjalani masa ini.

Selama ini generasi muda kita jauh tertinggal daripada generasi muda di tempat lainnya. Bisa kita lihat sebagian buktinya, pemuda dari mana yang selama ini berhasil menguasai media hiburan, media cetak, yang tersohor namanya, sebagian besarnya berasal dari tanah Jawa. Apa yang menyebabkan generasi mereka dengan mudah bisa berkembang? Salah satunya adalah ruang menumpahkan segenap kesah dan kreativitas mereka.

Pemuda Aceh selama ini terlalu terkungkung dalam sebuah ruang yang sangat sempit untuk ‘melacurkan’ kreativitas mereka. Di banyak tempat, berbagai kreativitas pemuda malah dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Sebut saja misalnya para muda yang memiliki hobi bergitar, jika mereka pada masa-masa tertentu menjinjing atau memainkan gitar bersama kawanannya, sebagian masyarakat akan menegur atau melabelkan mereka sebagai pemuda malas.

Terkadang kita patut menyayangkan hal demikian, mengingat kreativitas pemuda kita memang sangat besar dan ruang kreasi mereka terhalang idealisme sempit para tua itu. Memang tidak semua orang tua (baca: generasi tua) yang bersikap demikian, namun tidak jarang kita menemukan mereka yang membatasi ruang ini dengan berbagai kilah. Maka kemudian kita sering mendengar idiom, orang tua yang tak pernah merasa muda.

 Penjara kreativitas
Pada dasarnya sikap, mental, dan psikologis pemuda sangat ditentukan oleh sikap, mental, dan psikologis orang tua mereka sendiri. Manakala orang tua bisa menerima keberadaan dan segenap polah mereka secara terbuka, tentunya pemuda akan lebih mudah diatur untuk bersikap baik. Tak perlu dipungkiri bahwa pemuda menjadi bengal dan bersikap di luar batas kewajaran adalah karena kepedulian dan penerimaan orang tua mereka sendiri dan atau orang-orang tua di sekeliling mereka yang acap seperti penjara bagi minat mereka. Orang tua seringkali melihat sesuatu dengan kekhawatiran yang berlebihan.

Semestinya gampang saja bila memang kita menghendaki pemuda bisa mengikuti segenap aturan yang ada. Orang tua mereka dan para generasi sebelum mereka tinggal memberikan sedikit perhatian lebih terhadap mereka, mendukung dan mengarahkan mereka ke tempat yang lebih tepat, kemudian memberikan semacam apresiasi kepada para muda yang memiliki kreativitas itu. Tidak perlu mereka dibanding-bandingkan dengan orang lain yang sudah terarah hidupnya atau sudah berhasil. Semua manusia memiliki pilihan hidupnya masing-masing, orang tua hanya sebagai pengatur arah saja.

Bila saja para generasi tua bisa lebih terbuka dalam menerima segenap kreativitas para muda, tentu saja mereka bisa mengambil sikap bijak. Semisal orang tua mengarahkan anak-anak mereka sesuai dengan kegemaran mereka di tempat yang lebih positif, anak akan lebih merasa dihargai. Mereka kemudian akan menjadi lebih sungguh-sungguh dalam menyalurkan hobi dan berusaha untuk meraih sesuatu yang lebih baik.

Selama ini tak perlu dipungkiri bahwa orang tua kebanyakan bersikap terhadap anaknya seolah dia adalah Tuhan yang bisa memutuskan baik buruknya kehidupan anak-anak mereka di masa depan. Patut disayangkan sekali, memang. Di mata orang tua kerap kita temukan pendapat bahwa ia lebih tahu tentang anak-anaknya karena ia yang memelihara mereka, ia tahu kebaikan dan keburukan untuk anaknya, ia tahu semua tentang pilihan terbaik demi masa depan anak-anaknya.

Padahal sudah jelas bahwa anak acap memiliki pandangan yang berbeda sama sekali dengan apa yang diimpikan orang tuanya dan itu sebuah kewajaran. Jika kemudian orang tua memaksa anak-anaknya untuk mengikuti titahnya dan atau anak wajib menuruti kewajiban orang tua tanpa boleh mengembangkan kemauan dan bakatnya, bukankah sebaiknya dari awal tidak perlu melepas mereka ke lingkungan?

Manusia adalah makhluk berkembang. Ia akan mengikuti dan belajar dari pengaruh lingkungannya. Hal tersebutlah yang kemudian membantu banyak dalam perkembangan manusia hingga mencapai sebuah peradaban. Perkembangan pada anak bila terus dibina dan dikembangkan, kemungkinan mereka akan menjadi seseorang yang berhasil akan lebih besar adanya. Namun hal ini terkadang luput dari perhatian orang tua. Selama ini yang kerap terjadi adalah anak mesti mengikuti orang tua, bila tidak ia akan dicap durhaka.

 Kurang berkembang

Penjara semacam inilah yang menyebabkan generasi kita kurang berkembang. Kekhawatiran berlebihan orang tua, stereotype buruk dari lingkungan, ruang pengembangan imajiner, keterbatasan kemampuan finansial dalam perwujudan kreativitas, adalah kendala mendasar dalam hal perkembangan kreativitas para muda ini. Sungguh masalah yang komplit. Pemuda yang punya kreativitas tinggi, tak ada dukungan, ada dukungan, tak ada ruang, ada ruang, tak ada kemampuan finansial untuk pengembangannya. Komplit sudah.

Seperti itulah, terlepas dari segenap keterbatasan yang menyangkut pengembangan kreasi para muda pada puncaknya, di dasar ini mereka perlu mendapat perhatian yang lebih baik. Berikan kesempatan dan bantu mereka berkembang, berikan motivasi dan perhatian yang sedikit lebih agar mereka merasa dihargai, dukung mereka, bantu mereka menggapai mimpi besar mereka.

Bukankah kemajuan dan prestasi baik seseorang akan selalu bisa mengharumkan nama tempat lahir dan hidupnya, orang tua dan lingkungannya? Semoga kita tidak tergolong kepada orang-orang yang bangga pada delima liar bilamana ia sudah berbuah lebat dan jadi pandangan orang, sedang pada masa ia belum besar selalu saja berkehendak membunuh bibitnya sebab dianggap ia hanya menyemak saja di depan rumah.

* Nazar Shah Alam, Mahasiswa Gemasastrin FKIP Unsyiah, Banda Aceh/Komunitas Teater Rumput. Email: nazararlams@yahoo.co.id
Diktator Generasi - Serambi Indonesia