Rekonsiliasi Politik

Oleh: Mashudi SR -
PERLAHAN tapi pasti, aksi kekerasan menjelang pemilihan kepala daerah mulai terjadi. Dua peristiwa kekerasan terjadi dalam rentang waktu yang sangat berdekatan di penghujung November lalu. Kejadian pertama dilaporkan menimba “rumah politik” sang Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Aksi kedua, juga tidak jauh dari Seuramo Irwandi-Muhyan, di pusat Kota Banda Aceh. Peristiwa terakhir ini, menimbulkan korban tiga warga yang mengalami luka-luka. Adakah rentetan dua peristiwa tersebut jawaban atas asumsi publik, bahwa ia memiliki kaitan dengan agenda politik lokal yang saat ini sedang berjalan?

Sepanjang proses pilkada yang dikonflikkan ini berlangsung, telah banyak yang menjadi “korban politik”. Mulai birokrat yang kehilangan jabatan secara tiba-tiba, kader partai yang dicopot karena berbeda sikap politik, sampai korban masyarakat biasa yang diidentifikasi sebagai pendukung salah satu kekuatan politik.

Rekonsiliasi Politik - Serambi Indonesia

Investasi di Pasar Modal

Oleh: Alfian Anas -

ALHAMDULILLAH, akhirnya, Banda Aceh di penghujung tahun 2011 ini mendapatkan kado istimewa dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan didirikannya kantor perwakilan mereka yang ke-15. Kantor dengan dengan nama Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) merupakan perwakilan BEI di Banda Aceh setelah telah lebih dulu berdiri di beberapa kota besar Indonesia seperti Pekan Baru, Padang, Lampung, Batam, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Cirebon, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Semarang.

Walaupun sebenarnya di Banda Aceh telah ada pusat informasi tentang pasar modal yang bernama Pojok Bursa Efek Indonesia (Pojok BEI) di di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala dan telah berdiri sejak 2010, namun tampaknya BEI masih ingin memaksimalkan upayanya untuk mengenalkan pasar modal bagi masyarakat. Karena tujuan yang diemban oleh PIPM dan Pojok BEI memang sedikit berbeda. Di mana pendirian Pojok BEI adalah lebih untuk memperkenalkan Pasar Modal ke dalam dunia akademis, baik itu dalam teori maupun praktik.

Investasi di Pasar Modal - Serambi Indonesia

Aceh dan Syariat Merdeka

Oleh: Muhammad Yani -

TAHUN 1998 awal mula terjadi dinamika politik hukum Indonesia, yang ikut membawa dampak terhadap dinamika yuridis. Hukum Islam yang merupakan bagian dari hukum nasional turut mengalami perubahan, tidak terkecuali sektor hukum pidana (jinayah)-yang sebelumnya penuh dengan ketidakmenentuan. Dinamika hukum, terutama sekali, ditandai peralihan sistem pemerintahan sentralistik menjadi sistem otonomi. Sistem ini tertuang di dalam UU No. 32 Tahun 2004.
Aceh dan Syariat Merdeka - Serambi Indonesia

Terjebak Demokrasi Prosedural

Oleh: Muhammad Adam -

PILKADA menjadi isu yang paling hangat diperbincangkan pada saat ini. Sebagian orang mendikusikan isu pilkada dengan tujuan-tujuan positif, sedangkan lainnya mengutuk Pilkada dengan segenap alasannya. Ada yang marah dengan pilkada, karena tujuan-tujuan mereka tidak terkabulkan, ada juga orang yang bahagia dengan datangnya pilkada. Banyak orang yang jadi makmur pada musim pilkada, tidak sedikit pula orang-orang yang menjadi miskin karenanya.

Sudah sangat banyak energi yang dikeluarkan mulai dari petani, tukang kebun, nelayan, abang becak, sopir labi-labi, pekerja bangunan, karyawan perusahaan sampai dengan akademisi bahkan professorpun untuk Pilkada. Di warung kopi misalkan, kalau ada orang yang memancing diskusi tentang pilkada pasti mendapat tanggapan yang bermacam-macam. Dunia aktivis, pengamat politik, pegiat demokrasi, dan media massa juga mengurangi diskursus tentang isu-isu lain, fokus mereka saat ini adalah pilkada. Sudah berhari-hari, berganti minggu dan bulan, tenaga dan perhatian kita habis untuk pilkada. Bahkan karena permusuhan, dendam, iri hati, dengki, ancaman, intimidasi, bahkan sudah nyawa yang melayang hanya karena beda pandangan dan pilihan tokoh dalam pilkada.


Terjebak Demokrasi Prosedural - Serambi Indonesia

Krisis Kejujuran

Oleh: Teuku Zulkhairi -

BANGSA kita saat ini dihimpit berbagai kenestapaan yang mendera. Para elite negeri ini terus saja menampilkan budaya ketidakjujuran dalam penyelenggaraan negara. Praktik korupsi yang menjadi sebab utama kehancuran bangsa ini terus merajalela.

Berdasarkan data dari Political and Economy Risk Consultancy (PERC), pada tahun 2010 Indonesia terpuruk dalam peringkat korupsi antarnegara. Dari 16 negara yang disurvei, Indonesia dikategorikan sebagai negara paling korup. Sementara pada tahun 2011 ini, menurut survei Bribe Payer Index (BPI) Transparency International, dari 28 negara yang disurvei, hasilnya Indonesia menduduki negara ke empat terkorup.
Krisis Kejujuran - Serambi Indonesia

Harmonisasi dalam Islam

Oleh: Farid Wajdi Ibrahim -

ISLAM merupakan sebuah nama dari nama agama yang tidak diberikan oleh para pemeluknya. Kata “Islam” dicantumkan dalam al-Qu’ran, yaitu: pertama, “Wa radhitu lakum al-Islama dinan” artinya “Dan Allah mengakui bagimu “Islam” sebagai Agama”. Kedua, “Innaddina `indallah hi al Islam” artinya “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”.

Berdasarkan dua surah tersebut maka jelaslah bahwa nama “Islam” diberikan oleh Allah sebagai sebuah nama agama dan bukan nama hasil ciptaan manusia yang memeluk agama tersebut. Penyebutan “Islam” dengan Muhammadanisme, Mohammedan Law, Muhammadaansch Recht atau sejenisnya tidak tepat dan dapat membawa kekeliruan arti, karena Islam ialah wahyu dari Allah bukan ciptaan Muhammad SAW.
Harmonisasi dalam Islam - Serambi Indonesia

Merencanakan Pernikahan

Oleh Khuzaimah

NAMPAKNYA menarik juga membahas kembali tulisan berjudul “Mahar dalam adat Aceh” yang ditulis oleh Herman RN Minggu, 30 Oktober 2011 lalu di Serambi Indonesia. Di mana tulisan Herman lahir karena tulisan “Jaminan mahar Aceh” yang dimuat di Aceh Institute dianggap tidak mencerminkan sosok pemuda Aceh yang gigih untuk mendapatkan idaman hati.

Merencanakan Pernikahan - Serambi Indonesia

Guru Perlu Berpolitik

Oleh: Jarjani Usman -

KABAR ini memprihatinkan! Sumberdaya manusia (SDM) Indonesia telah tertinggal jauh dibandingkan dengan SDM Malaysia dan Singapore. Catatan terbaru Human Development Index menunjukkan, Singapore berada di peringkat 25, Malaysia pada 61, dan Indonesia peringkat 111. Hal ini tak terlepas dari berbagai praktik politik yang dilaksanakan di Indonesia, termasuk juga politik di kelas yang dilaksanakan guru.

Guru Perlu Berpolitik - Serambi Indonesia

Ulama dalam Pilkada Aceh

Oleh: Tabrani. ZA -

KETERLIBATAN ulama dalam polemik pilkada di Aceh sepertinya banyak disorot masyarakat luas, karena ulama dianggap bukan menjadi mediator dalam kisruh pilkada di Aceh. Tapi ulama sepertinya hanya mendukung satu pihak, bukan menjadi penengah. Kalau kita lihat dari sisi ini memang sangat disayangkan, karena ulama bukan menjadi penengah dalam konflik pilkada yang terjadi di Aceh.

Ulama dalam Pilkada Aceh - Serambi Indonesia

Reposisi Ulama Aceh

Oleh Teuku Zulkhairi -

MENCERMATI kiprah ulama Aceh akhir-akhir ini dalam memainkan perannya menjelang digelarnya prosesi pilkada sedikit memiriskan hati kita sebagai masyarakat. Ulama yang sejatinya diharapkan sebagai simbol pemersatu, penasihat dan pengontrol, namun terjebak dalam praktik legitimasi sikap politik satu pihak dan mendelegitimasi sikap politik pihak lainnya. Misalnya seperti munculnya sekelompok ulama yang mendesak penundaan pilkada maupun sekelompok ulama lainnya yang mendukung prosesi pilkada digelar tepat waktu.
Reposisi Ulama Aceh - Serambi Indonesia

Pemuda, Ngajilah!

Oleh Muhammad Yakub Yahya -

LEWAT sisi tes baca Alquran bagi kandidat gubernur dan wakilnya di Masjid Raya Baiturrahman (26/10/2011), rakyat dipermaklumkan akan kaidah dan penilaian mengaji orang kita, cara pemimpin kita baca Kitab Suci, dan tentunya pendidikan politik.

Tgk Akmal Abzal, Komisioner KIP Aceh, mengulangi pada kita pembaca dan pemirsa, bahwa standar “mampu” yang dinyatakan “lulus” oleh aturan pemilu kita, sampai 2011 ini, ialah asal bisa baca saja. Walaupun hanya mengantongi total poin minimal 50. Bobot nilai maksimal memang 100: tajwid 50, fasahah 30, dan adab 20 (Gema Baiturrahman, 14/10/2011). Jadi masalah tajwid (cara baca Alquran yang benar) yang mungkin rusak di sana-sini, mad (panjang pendek bacaan) yang tertukar ke sana ke mari, fasahah yang belum pas halus dan kasar, itu soal nanti.

Pemuda, Ngajilah! - Serambi Indonesia

Pemuda dan Bahasa

Oleh Nazar Shah Alam -

“Kami putra putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
(Petikan: Sumpah Pemuda)

BAHASA adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Maka kemudian kita mengenal bahasa sebagai lambang atau identitas suatu bangsa. Karena boleh dikatakan hanya bahasalah yang bisa menandai seseorang berasal dari bangsa mana, negara mana, suku apa, bahkan hingga puak (kaum) apa, dan inilah juga yang menggolong-golongkan mereka dalam bangsa-bangsa tertentu.

Pemuda dan Bahasa - Serambi Indonesia

'Seuramoe' Korupsi

Oleh Muhammad Mirza Ardi -

BILA kita menonton siaran berita di televisi atau membaca berita nasional di media cetak, bisa disimpulkan bahwa beberapa 'orang baik' di negeri ini sedang berusaha memerangi korupsi. Kasus demi kasus korupsi dikawal ketat oleh LSM anti-korupsi yang dibantu oleh media massa. KPK juga sedang memperkuat diri dengan dibentuknya tim kode etik. Melihat kinerja KPK, masa depan bangsa Indonesia sepertinya ada harapan untuk cerah.

'Seuramoe' Korupsi - Serambi Indonesia

Politik Kaum di Aceh

Oleh M Adli Abdullah -

KETIKA melihat situasi politik Aceh saat ini, saya teringat dengan satu istilah di kalangan orang tua Aceh yaitu politek kawom.
Istilah ini memang jarang diangkat, namun sangat sensitif dibicarakan dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan begitu isu perkauman dimunculkan, maka politik sebelah menyebelah akan terjadi. Paling tidak, dalam situasi politik Aceh terakhir ini, kita bisa memahami sedikit bagaimana politik kaum dijalankan.

Singkat kata, politek kawom ini adalah isu SARA di Aceh. Isu ini bisa bisa dilihat dari aspek keturunan suatu masyarakat. Namun, dewasa ini, politek kawom juga berdasarkan topografi kebudayaan. Dalam arti, ketika suatu kawom menciptakan budaya yang menjelma sebagai ideologi, maka budaya dan kawom menjadi pemisah masyarakat. Sehingga muncul istilah awak.

Politik Kaum di Aceh - Serambi Indonesia

Musim ‘Kawin’ Politik

Oleh Saiful Akmal -

‘Jika mas kawinnya pantas, perkawinannya pasti akan berjalan langgeng’ (Abdullah Puteh dalam wawancara dengan International Crisis Center, Februari, 2005)

BULAN-bulan terakhir ini, banyak pasangan memutuskan untuk menikah dan meresmikan hubungan mereka. Pasca-Ramadhan dan Bulan Haji adalah saat yang tepat untuk mengarungi bahtera hidup bersama. Peristiwa sakral ini biasanya diharapkan berlangsung sekali seumur hidup, kecuali memang ada penyebab kedua pasangan berpisah selain kematian, dan berujung pada perceraian atau juga poligami.


Musim ‘Kawin’ Politik - Serambi Indonesia

Pilih Pilkada atau UUPA?

Oleh Syardani M. Syarif -

SETELAH penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005 yang difasilitasi Uni Eropa, pejuang GAM membentuk partai lokal yaitu Partai Aceh (PA).

Melalui partai lokal, pejuang GAM dapat mencalonkan kadernya sebagai calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2006 pasal 91 ayat 1.

Pilih Pilkada atau UUPA? - Serambi Indonesia

Penjahat Besar Bangsa

Oleh Tabrani. ZA -

BEBERAPA bulan terakhir, perhatian kita tersedot oleh gegap gempita persoalan kasus skandal korupsi, mafia hukum, dan makelar kasus (markus). Mulai dari kasus Century, yang sampai saat ini belum selesai-selesai sehingga hilang ditelan masa, kemudian muncul kasus yang sangat mengguncang dunia perpolitikan Indonesia dan partai penguasa di Indonesia, kasus suap wisma atlet dengan aktor utamanya Nazaruddin.
Penjahat Besar Bangsa - Serambi Indonesia

Runtuhnya Etika Sosial - Serambi Indonesia

Oleh Muhajir Al Fairusy -

SEPERTINYA sistem demokrasi yang sedang tumbuh di tengah-tengah manusia Indonesia harus mematikan sebagian nilai dan budaya terutama menyangkut etika sosial dan moralitas yang sering dibina dan dibanggakan oleh para leluhur kita.

Demokrasi adalah pintu kebebasan bagi semua komponen bangsa terutama rakyat untuk berekspresi dan mengutamakan hak dalam segala ruang. Tidak hanya politik, demokrasi juga menyentuh ranah sosial, di mana hak seseorang tidak boleh diganggu gugat oleh orang lain meskipun hak itu tidak dibenarkan menurut adat dan budaya lokal setempat namun demokrasi melegalkannya tanpa harus memahami adat istiadat setempat.
Runtuhnya Etika Sosial - Serambi Indonesia

Degradasi Identitas Seni Aceh

Oleh Teuku Zulkhairi -

Tanpa jilbab, dengan pakaian yang seksi, gadis-gadis dalam tayangan itu terus menari-nari dengan gaya yang erotis. Mengumbar birahi dan mengundang syahwat bagi yang menyaksikannya. Begitulah kesan sepintas saat menyaksikan lagu-lagu yang diputar dalam sebuah angkutan umum L-300 beberapa waktu lalu ketika penulis melakukan perjalanan dari Bireuen-Banda Aceh. Ironisnya, tarian yang beraroma syahwat tersebut dimainkan oleh gadis-gadis Aceh. Lirik lagu disenandungkan dalam bahasa Aceh. Liriknya tampak tidak ada yang mendidik, apalagi berisi nilai-nilai moralitas. Pemandangan seperti ini mungkin akan lumrah jika terjadi di daerah lain. Namun, ini menjadi berbeda ketika terlihat di Aceh. Dan ternyata, lagu-lagu dengan lirik-lirik Aceh yang mengumbar hawa nafsu syahwati itu banyak beredar di Aceh dalam bentuk CD-DVD. Padahal, dalam tinjauan manapun, dalam sejarahnya, semua tradisi seni dan budaya bangsa Aceh sangat kental dengan nilai-nilai Islam.


Degradasi Identitas Seni Aceh - Serambi Indonesia

Pelitnya Keterbukaan Informasi

Oleh Jafaruddin -

BANYAK indikator untuk mengukur keberhasilan implementasi Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik nomor 14 tahun tahun 2008. Salah satunya warga benar-benar mendapat haknya untuk mengetahui rencana, program, dan proses pengambilan kebijakan dan keputusan publik beserta alasannya. Kemudian masyarakat aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Masyarakat berperan aktif turut mendorong terwujudnya badan publik yang baik.

Pelitnya Keterbukaan Informasi - Serambi Indonesia

Tertawalah Paling Akhir

Oleh Prof. Dr. H. Rusjdi Ali Muhammad, MA -

DALAM Alquran, surat Adh Dhuha, tertera sebuah ayat: walal akhiratu khairun laka minal ula. Dalam beberapa terjemahan ayat ini diberi makna: “Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan”. Dalam Alquran dan terjemahnya terbitan Departemen Agama RI, terjemahan ini diberi catatan kaki dengan mengutip dua tafsiran. Tafsiran pertama yang dimaksud adalah bahwa pada akhir perjuangannya Nabi Muhammad SAW akan menjumpai kemenangan meskipun pada permulaannya penuh dengan kesulitan. Tafsiran kedua dikutip dari sebagian ahli tafsir yang mengartikan kata `akhirat’ dalam ayat di atas dengan kehidupan akhirat beserta segala kesenangannya dan kata `ula’ dengan arti kehidupan dunia. Jadi maknanya, kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia.

Obama Ingkar

Oleh Muhamad Hamka -

HARAPAN Palestina untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kian sulit. Pasalnya, Amerika yang merupakan salah satu anggota tetap PBB menentang usaha Palestina tersebut. Sebagai salah satu anggota tetap PBB dan memiliki hak veto, negara “Paman Sam” bisa menolak keinginan Palestina.

Menghentikan Kekerasan

Oleh Helmy N Hakim

MENCERMATI kasus-kasus kekerasan di Aceh hari ini sangatlah mencemaskan. Dimulai dengan eskalasi tensi konflik politik antara DPRA dan Gubernur, kasus konflik karena bisnis yang melibatkan Ayah Mmunculnya teror Gambit, pembunuhan oleh orang tak dikenal, pelemparan granat dan terakhir kasus pemukulan khatib oleh beberapa orang jamaah yang diduga emosi dengan isi khutbah sang khatib, dan seorang anggota dewan yang diteriaki “turun” ketika membuka sebuah acara.

Sepakbola di Negeri Tak Dewasa

Oleh: Fetra Hariandja - 


TIMNAS Indonesia harus mengakui ketangguhan Bahrain 0-2 pada kualifikasi Pra Piala Dunia Zona Asia Grup E. Bukan kalah atau menang yang menjadi sorotan pasca-pertandingan. Bangsa ini tidak membahas mengapa Indonesia kalah, meski tampil di kandang.

Semua pihak kini menyoroti ulah sebagian pendukung fanatik tim Merah Putih yang tidak sportif. Mereka membuat kekacauan yang justru menciutkan mental dan psikologi bertanding Bambang Pamungkas dan kawan-kawan.

Jutaan publik sepakbola di negeri ini pasti melihat aksi suporter yang menyalakan kembang api di tribun. Memang sudah beberapa kali terjadi, namun wasit Lee Min Hu dari Korea Selatan terpaksa menghentikan pertandingan pada menit ke-75.

Citra pendukung sepakbola Indonesia semakin buruk setelah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meninggalkan stadion saat pertandingan dihentikan. Keputusan SBY menuai pro dan kontra. Namun tidak sedikit yang menyesalkan keputusan emosional tersebut.

Seharusnya, Presiden SBY membantu PSSI melobi utusan Badan Sepakbola Dunia (FIFA) dengan menunjuk staf atau menterinya agar laga dilanjutkan. Sadar atau tidak sadar, keputusan SBY menjadi sorotan media dunia yang meliput langsung pertandingan.

Kemudian, Presiden SBY datang ke Stadion Gelora Bung Karno bukan mendukung suporter, melainkan Timnas Indonesia. Artinya, SBY tidak menyikapi emosi suporter yang haus prestasi dengan emosi juga.

Semua pihak hendaknya menunjukkan sikap dewasa, tanpa saling menyalahkan tragedi tersebut. Caranya, pikirkan untung dan rugi saat memilih satu keputusan. Jangan mengedepankan sikap egois dan merasa menang sendiri saat melakukan satu tindakan.

Kita sadar kekuatan Indonesia masih jauh dari impian untuk merebut tiket Piala Dunia atau Piala Asia sekalipun. Tapi dengan dukungan secara dewasa dari pandukung dan presiden, para pemain terpanggil untuk menunjukkan prestasi.

Hanya itu yang bisa dilakukan bangsa ini. Pasalnya, anggaran untuk pembinaan sepakbola di Indonesia belum mendekati kebutuhan. Tim besutan Wim Rijsbergen itu terkendala dana untuk melakukan persiapan secara maksimal. Beda dengan negara lain, sebut saja China, Jepang atau Korea Selatan. Pemerintah ketiga negara tersebut memberi dukungan penuh, terutama keuangan untuk membangun sepakbolanya.

Artinya, sikap para suporter dan keputusan Presiden SBY sangat tidak pantas dipertontonkan. Mari kita sama-sama berpikir bijak dan mendukung penuh sepakbola Indonesia, bukan semakin sebaliknya. Bila mental dan psikologi mereka terganggu akibat ulah buruk suporter, jangan pernah berharap Indonesia mampu berprestasi.

Mari sama-sama kita renungkan, apa yang pantas diberikan untuk membangun prestasi sepakbola Indonesia?


Sumber: http://suar.okezone.com/read/2011/09/07/59/499683/sepakbola-di-negeri-tak-dewasa

Mengintip Pemimpin Religius


Oleh Al Husaini M Daud* -

“Agama sangat diperlukan dalam kehidupan politik”, kata dekan fakultas Teologi Islam Universitas al-Azhar Mesir, Dr. Muhammad Ibraheem al-Geyoushi dalam sebuah wawancara dengan penulis buku “The New Cold War? Religious Nationalism confronts the Secular State,” Mark Juergensmeyer pada tahun 1990. Statemen ini mengungkapkan bahwa urusan publik tidak hanya diperlukan standar moralitas yang tinggi tetapi juga perpaduan identitas agama dan politik. Islam adalah kekuatan yang secara kultural membebaskan. Bebas dari intrik menyesatkan, lepas dari siasat abnormal, dan terhindar dari noktah budaya menghalalkan segala cara. Kehendak untuk mewujudkan otentisitas politik-religius yang terbebas dari noda budaya barat merupakan sebuah keniscayaan.

Bicara politik berarti bicara tentang upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan rakyat. Sebab itu, Islam dan umat Islam memberi atensi yang sangat besar kepada persoalan ini, terutama dalam menentukan kriteria seorang pemimpin yang dicita-citakan. Kemaslahatan dan kesejahteraan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang tak dapat ditepis dalam siklus safari kehidupan setiap individu di dunia ini. Dari zaman ortodok yang tingkat kebudayaannya sangat rendah untuk ukuran saat ini sampai era canggih yang konon memiliki strata peradaban yang tinggi, keberadaan manusia selalu tal dapat lepas dari kelompoknya dan senantiasa bergabung dalam satu ruang sosial. Kartini Kartono mengatakan bahwa pribadi manusia selalu menjadi bagian dari kelompoknya dan menjadi “onderdil” dalam suatu masyarakat.

Syahdan, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraannya, manusia modern sekarang ini sangat berkepentingan dengan gerak laju kepemimpinan yang memiliki kompetensi teknis yang tinggi di samping mempunyai konsep yang jitu. Di sisi lain dia juga memiliki sifat-sifat pribadi yang unggul. Karena itu, kesuksesan seorang pemimpin dapat diukur dari apakah kepemimpinannya mampu memberi dampak kesejahteraan jasmani dan rohani kepada yang dipimpinnya. Karenanya, kepiawaian dalam mengelola suatu masyarakat, dibutuhkan seorang pemimpin yang baik yang di satu sisi harus kuat (qawiyun) rohani dan jasmaninya, dan juga jujur (aminun) dalam mengaktualisasi kinerja kepemimpinannya, di sisi lain dia juga harus memiliki ilmu (alimun) yang memadai tentang bagaimana cara memimpin yang baik dan adil. Seorang pemimpin yang dicita-citakan tidak secara instan lahir dari rahim suatu masyarakat tanpa melalui suatu proses pengkaderan dalam tempo yang tidak singkat. Karena kalau dipaksakan maka akan terjadi mala petaka besar bagi rakyat sekaligus dalam waktu yang bersamaan akan terjadi penghancuran terhadap suatu sistem kepemerintahan yang ideal.

Barangkali agak klasik bila Muhammad “sang Nabi” dijadikan paket teladan kepemimpinan masa kini. Alasannya adalah dia merupakan “manusia” yang selalu dituntun perilakunya oleh Tuhan yang sudah pasti jauh dari cacat. Namun perlu dipahami ketika dia masuk dalam domain negara untuk memimpin masyarakat, dia telah mendapatkan pengalaman dan ilmu kepemimpinan sejak dia berada di tengah-tengah masyarakat sebelum dinobatkan sebagai “Sang Nabi”. Banyak problem kemasyarakatan mampu diselesaikan dengan bijak tanpa harus merugikan rakyat. Dalam hal ini Bernard S mengungkapkan bahwa “alangkah butuhnya dunia ini kepada seseorang seperti Muhammad, yang dapat memecahkan berbagai persoalan pelik sembari meneguk secangkir kopi”. Kasus ini mengilustrasikan bahwa seorang Nabi saja perlu ilmu dan pengalaman untuk memimpin suatu masyarakat. Bagaimana dengan kita?

Mengaca pada Kitab Suci
Alquran secara eksplisit mengungkapkan bahwa ada tiga strata kepemimpipinan dengan tiga kompetensi masing-masing yang harus dimiliki seorang pemimpin dan ini mungkin dapat menjadi renungan bagi calon pemimpin sekarang untuk bercermin sekaligus menjadikan kitab suci ini sebagai landasan pijak dalam memimpin. Untuk memimpin suatu pekerjaan yang sederhana seseorang dibutuhkan tenaga (kekuatan) dan kejujuran (Q.S. al-Qishash: 26). Karena pekerjaan tersebut tidak memerlukan manajemen dan pengelolaan yang sistemik. Ilustrasi ini adalah cuplikan peristiwa Nabi Musa ketika menolong dua perempuan (putri Nabi Syu’aib) yang kesulitan memberi minum domba mereka karena terhalang oleh para penggembala lelaki. Saat itu Musa menaruh iba dan kemudian menawarkan bantuan untuk meminumkan ternak dua perempuan itu hingga perempuan itu meminta kepada bapaknya untuk mempekerjakan Musa dengan alasan bahwa Musa memiliki kejujuran dan cukup tenaga.

Untuk memimpin peperangan melawan suatu kezaliman, maka seorang pemimpin tidak saja harus memiliki fisik yang kuat, namun juga ilmu yang luas (pengatahuan tentang strategi dalam manajemen memberantas kezaliman dan kemaksiatan). Nukilan ini tergambar dalam kisah bani Israil yang diusir dari negeri mereka setelah wafat nabi Musa.

Kekacauan melanda negeri bani Israil sehingga banyak anak-anak mereka yang ditawan oleh musuh. Saat itu, mereka mencoba mencari siapa pemimpin yang peling tepat untuk mengayomi dan mampu membebaskan mereka dari tirani musuh. Akhirnya mereka mereka memilih Thalut walau sebagian besar mereka meragukan kepiawaiannnya dalam memimpin bani Israil. Namun Nabi mereka saat itu menjamin bahwa Thalutlah yang tepat untuk berdiri di garda depan memimpin kaum Yahudi membebaskan diri dan generasi mereka dari musuh yang tiran. Alasannya, Allah telah menganugerahkan kepada Thalut Ilmu dan fisik yang kuat (Q.S. al-Baqarah: 247). dan (3) untuk memimpin sebuah pemerintahan (negara) yang kuat dan berkeadilan, seorang pemimpin harus mempunyai ilmu pengetahuan (pen: ilmu tentang pengelolaan kenegaraan) dan kejujuran (Q.S. Yusuf: 55).

Semoga nukilan tulisan singkat ini menjadi bongkahan percikan cahaya bagi calon-calon pempimpin Aceh ke depan dengan menjadikan Alquran sebagai panduan dalam proses pengambilan semua keputusan yang menyangkut dengan hajat hidup rakyat. Sehingga kesejahteraan rakyat Aceh bukan hanya sekadar retorika di atas lembaran kertas putih yang dikompanyekan saat keinginan menulang suara semata tetapi juga sebuah perwujudan nyata yang diaktualisasikan ketika tampuk kekuasaan dalam genggaman tangannya.

* Penulis adalah Manager Program The FINIKAS Institute Lhokseumawe.

Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2011/09/06/mengintip-pemimpin-religius

Berpuasa Agar Sehat

Oleh: Tabrani. ZA Al-Asyhi* -
Alhamdulillah bulan Ramadhan, bulan penuh rahmat, keampunan dan kemenangan telah tiba dan hampir saja pergi meninggalkan kita. Bulan Ramadhan adalah bulan di mana diwajibkan berpuasa bagi seluruh umat Islam yang beriman. Allah telah mewajibkan ibadah berpuasa kepada kita (khususnya pada bulan Ramadhan) agar kita bertakwa (QS. Al-Baqarah, 2:183).
Berpuasa pada bulan Ramadhan telah menjadi bagian integral dari agenda tahunan umat Islam sebagaimana kegiatan lain seperti makan, minum, tidur dan mandi. Hanya saja, makan, minum, tidur dan mandi merupakan agenda harian dan nilai serta tujuannya berbeda. Setiap hari kita mandi badan segar dan bersih asalkan airnya bersih serta menggunakan sabun dengan benar. Begitu pula berpuasa, di dalamnya terkandung hikmah untuk menyegarkan dan membersihkan jiwa seseorang selama mengikuti aturan yang benar.
Dr. Yusuf al-Qardhawi (1995: 288) menjelaskan, tidak mungkin Allah mewajibkannya pada bulan tersebut kecuali di dalamnya mengandung rahasia-rahasia yang luar biasa, hikmah yang tinggi, ada yang sudah kita ketahui dan ada yang belum kita ketahui. Sebagian dari hikmah dan rahasia tersebut telah diketahui oleh para ilmuwan sejalan dengan kemajuan zaman. Cak Nun mengatakan bahwa di balik perintah puasa itu justru ada sebuah target, yakni proses penyehatan secara rohaniah. Dan yang demikian itu sangat penting bagi kelangsungan manusia itu sendiri (Dr. Nurcholish Madjid, 2001: 58).
Ada beberapa hal yang harus kita siapkan dan perhatikan. Pertama, siapkan hati. Tetapkan tekad dan niat untuk melakukan puasa dengan gembira mengingat puasa adalah perintah Allah yang pasti di dalamnya terkandung bingkisan kasih sayang dari-Nya. Nabi SAW bersabda, barang siapa yang gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka (Hadits Mutafaku `Alaih). Kedua, perhatikan nasihat dokter atau ahli nutrisi, bagaimana pola makan-minum yang sehat selama Ramadhan sehingga dengan berpuasa tubuh menjadi lebih kuat.
Ketiga, mantapkan niat dan usaha untuk menjalankan berbagai ibadah sunah selama puasa seperti shalat tarawih, tadarus baca Al-Qur`an, dan amalan sosial lain agar bobot puasanya semakin terasa. Keempat, jadikan Ramadhan sebagai bulan kuliah semester pendek untuk mendalami ilmu keislaman, baik dengan mengikuti kuliah televisi yang berbobot atau membaca buku secara terprogram.
Dalam ibadah puasa terdapat dimensi metafisik, ini menyangkut keimanan yang semata menjalani perintah Allah. Sebagai orang beriman, sikapnya hanyalah menjalani dan mengimani apa yang diperintahkan-Nya. Seberapa besar pahala puasa, kita serahkan saja kepada Allah, yang paling pokok kita melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Namun dalam puasa juga terdapat dimensi-dimensi lain yang bisa diamati dan dianalisis secara ilmiah-empiris. Terutama yang menyangkut kesehatan fisik dan mental. Dimensi ini telah banyak dikaji oleh kalangan kedokteran dan psikolog.
Sabda Nabi SAW, berpuasalah agar engkau sehat, memperoleh pembenaran dari para ahli kesehatan. Bahkan, banyak dokter yang menggunakan terapi puasa bagi para pasiennya. Untuk ini, yang memberi ceramah tentang puasa sebaiknya jangan didominasi para ustad yang memang bukan ahlinya membahas hubungan puasa dengan kesehatan. Begitu pun puasa dan kesehatan jiwa, sebaiknya ada kajian dan ahli khusus yang memberikan pencerahan kepada masyarakat agar wawasan kita mengenai puasa semakin kaya. Ini tidak dimaksudkan untuk mengilmiahkan semua perintah ibadah, melainkan berusaha menggali hikmah yang terkandung dalam ibadah. Bukankah Allah menyuruh menggunakan nalar untuk memahami ajaran-Nya?.
Jadi, kalau kita renungkan, semua perintah ibadah selalu ada pesan metafisik dan pembelajaran yang bersifat psikologis-sosial yang bisa dikaji dengan bantuan ilmu pengetahuan. Di situ terdapat maksud agar dengan mengikuti ajaran agama, hidup menjadi sehat jasmani, nafsani, rohani. Sehat secara individual maupun sosial. Yang paling mudah diamati, perintah puasa mengajak kita untuk menjaga lisan dan tindakan karena akan merusak kualitas puasa. Efek dari perintah ini adalah menciptakan hubungan sosial yang santun dan saling menghargai sehingga hubungan sosial menjadi sehat dan harmonis.
Sebagai penutup Ramadhan, kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah. Bahkan banyak kalangan yang juga mengeluarkan zakat tahunan. Ini menunjukkan bahwa pesan ibadah yang bersifat vertikal mesti membuahkan perbaikan horizontal sehingga efek ibadah menyehatkan kondisi sosial masyarakat. Namun, disayangkan, ada kecenderungan aktivitas ibadah berhenti pada niat dan keinginan mengumpulkan pahala semata. Pesan sosial Ramadhan berhenti dan terkurung di ruang mesjid, tidak menjangkau ranah masyarakat sehingga ajaran Islam enak dan logis di dengar ketika diceramahkan, tetapi miskin implementasinya.
Sekarang ini yang sakit serius bukannya pada tataran pribadi, tetapi masyarakat. Akibat korupsi dan tiadanya pemerataan hasil kekayaan negara, terjadi stroke sosial. Ada bagian-bagian organ tubuh masyarakat dan bangsa yang tidak mendapat aliran darah dan oksigen pembangunan secara memadai sehingga mengalami kelumpuhan. Satu area dan strata sosial tertentu menikmati kekayaan berlebihan, sementara organ dan area masyarakat yang lain mengalami defisit. Jangankan untuk biaya pendidikan, sekedar untuk makan, minum, dan berteduh saja susah.
Coba kita  bayangkan, kalau pemerintah jeli dan tangkas menjaga dan meneruskan nilai serta rekomendasi puasa untuk hidup bersih dan senang berbagi, pasti budaya agama akan menjadi kekuatan pembangunan bangsa dan negara. Betapapun mulia dan rasionalnya ajaran puasa, jika negara tidak membantu implementasinya untuk hidup bersih, bebas dari korupsi, maka agama menjadi kurang fungsional sebagai penebar rahmat bagi semesta.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Alumni Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh.

Pahlawan yang Terlupakan


Oleh: IKRAR NUSA BHAKTI* -

Wajahnya masih memancarkan semangat juang meski ia kini berusia senja. Jalannya juga masih gagah menunjukkan ia adalah prajurit sejati. Di pelupuk matanya ada selotape yang menempel sampai ke alis matanya yang putih untuk menahan agar matanya tetap terbuka.

Saat berbicara, suaranya masih lantang walau agak gemetar. Tak banyak orang mengetahui siapa ia. Ternyata ia adalah Ilyas Karim, sang pengerek bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Siapa nyana pengalaman Ilyas Karim mengenai detik-detik yang mendebarkan 66 tahun lalu itu ia kisahkan di acara Democrazy di Metro TV pada Minggu (14/8/2011). Acara parodi politik khas anak-anak muda itu ternyata juga dapat menggugah hati kita agar, mengutip ucapan Bung Karno,“Jangan sekali- kali melupakan sejarah.”

Secara gamblang Ilyas mengisahkan bagaimana ia bisa menjadi pengerek pertama bendera pusaka yang dijahit tangan ibu negara kita yang pertama, Fatmawati. Pada malam 16 Agustus 1945 para pemuda yang bermarkas di Menteng Raya 31, Gedung Juang sekarang, diberi tahu oleh pimpinan mereka, Chaerul Saleh, agar pagi hari siap-siap berangkat ke rumah Ir Soekarno di Pegangsaan Timur 56.

Jalan dari Menteng ke Pegangsaan Timur tidaklah terlalu jauh, sekitar 3 km. Sesampainya mereka di rumah itu, alangkah kagetnya Ilyas karena mendapatkan tugas untuk menaikkan bendera pusaka diiringi lagu Indonesia Raya. Tugas menaikkan bendera pusaka itu ia lakukan tanpa latihan apa pun! Ini berbeda dengan para pengerek bendera pusaka di Istana Merdeka sekarang yang harus dilatih berminggu minggu.

Ada suatu yang lucu saat penaikan bendera itu. “Saat itu,” kata Ilyas,”Lagu Indonesia Raya belum selesai, sementara bendera sudah mencapai ujung tiang bendera. Akhirnya Ilyas langsung saja mengikat tali bendera sampai lagu Indonesia Raya selesai dinyanyikan.” Ilyas memang secara kebetulan ditugaskan oleh Sudanco Latief agar berdua dengan Sudanco Singgih menjadi pengerek bendera pusaka.

Pria kelahiran 13 Desember 1927 ini kini hidup di rumah sempit berukuran 50 meter persegi di pinggir rel kereta api di Jalan Rajawali Barat, Kalibata, Jakarta Selatan. Ia sudah beberapa kali tergusur. Sebelumnya, sebagai seorang perwira menengah dari jajaran Siliwangi, Ilyas pernah menempati rumah di Kompleks Siliwangi, Lapangan Banteng, yang kini menjadi Kompleks Kementerian Keuangan.

Di masa lalu kompleks militer ini amatlah terkenal di antara anak-anak muda dengan kode 234 SC (Jie Sam Soe Siliwangi Club). Selain Ilyas Karim, memang ada orang lain yang mengaku sebagai pengibar bendera pusaka yang bercelana pendek seperti Sudaryoko atau Supriadi.

Namun, Ilyas berani memastikan, dirinya adalah pengerek bendera pusaka bercelana pendek itu. Jika benar ia pengerek bendera pusaka pertama, hati kita tentunya amat terenyuh, mengapa nasibnya begitu kelam.

Ilyas adalah satu contoh pahlawan yang terlupakan. Ada juga pahlawan-pahlawan lain yang diri atau keluarganya perlu mendapatkan perhatian, termasuk para tokoh masyarakat Irian Barat yang dulu menjadi pejuang Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat). Terlepas dari ada di antara mereka yang kemudian memberontak kepada Republik, pemberontakan itu hanyalah ungkapan kekecewaan mereka kepada pemerintah.

Seperti diungkapkan almarhum Theys Hiyo Eluai kepada penulis lebih dari 20 tahun lalu. Dulu ia adalah seorang nasionalis anggota PNI. Tak heran jika di ruang tamu rumahnya terpampang foto Presiden Soekarno dan Presiden JF Kennedy, serta foto Megawati Soekarnoputri.

Saat penulis bertanya mengapa ia kemudian menjadi anggota DPRD Irian Jaya mewakili Golkar, Pace Theys tertawa terbahakbahak sambil mengatakan, “Itu demi kenyamanan politik saja. Hati saya tetap orang PDI.” Theys juga mengaku sebagai orang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih di wilayah Sentani.

Lodewijk Mandatjan, tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) asal Arfak, juga pengibar bendera Merah Putih pertama di wilayah sekitar Manokwari. Hal yang sama dilakukan oleh Martin Indey, seorang nasionalis Indonesia asal Tabla Supa, Jayapura. Sampai sekarang nama Martin Indey tidak bisa diabadikan menjadi nama bandara Sentani seperti pernah diusulkan DPRD Jayapura puluhan tahun lalu.

Tokoh Ondoafi Sentani, almarhum Samuel Joku, yang penulis temui 24 tahun lalu, hanya mengatakan, “Bagaimana Martin bisa jadi pahlawan kalau selama menjadi mantri polisi di Sentani masa Belanda ia suka memukuli rakyat.”

Sam Joku adalah ayah dari mantan “Menteri Luar Negeri” Presidium Dewan Papua (PDP), Franzalbert Joku, yang kini sudah menjadi warga negara Indonesia kembali dan menjadi salah satu calon yang bertarung untuk menjadi Bupati Jayapura. Martin Indey tidak menjadi nama bandara Sentani bukan karena masa lalunya sebagai mantri polisi, melainkan karena ia bukan orang Sentani.

Masih banyak pahlawan-pahlawan yang terlupakan di negeri ini. Nama-nama mereka tak masuk dalam sejarah karena mereka hanyalah orangorang kecil dan bukan bagian dari elite politik nasional pada masanya.

Hingga kini memang masih ada jurang antara elite dan massa rakyat. Rakyat hanyalah pelaku sejarah yang terlupakan. Beginikah cara bangsa kita memperlakukan mereka? Kita lupa nasihat Bung Karno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya.”

*IKRAR NUSA BHAKTI
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI/ Pengamat Politik

Merdeka Bukan Sebenarnya


Oleh: Fetra Hariandja -

MERDEKA, merdeka, merdeka! Demikian kalimat yang lantang keluar dari mulut bangsa Indonesia pada 17 Agustus. Ya pada tanggal tersebut selalu diperingati sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Tapi sebagian besar bangsa ini tidak mengerti makna yang mereka pekikan tersebut. Saudara kita tersebut tetap semangat bertariak meski untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat sulit.

Secara harfiah, kata merdeka berarti bebas dari perhambaan, penjajahan, penindasan, pengekangan atau berdiri sendiri. Tapi untuk pengertian global, merdeka bisa dirasakan ketika anak bangsa bisa merasakan haknya sebagai warga negara. Hak yang diatur dalam Undang-Undang 1945.

Hak memperoleh pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Bila sudah terwujud, teriakan merdeka di setiap HUT RI pantas didengungkan. Kalau belum, teriakan yang pantas mungkin ditambahkan kata belum, yakni Belum Merdeka.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan pada 2010 yakni 14,15 persen. Di Indonesia, orang suka atau tidak suka harus bekerja. Bila menganggur, dia akan mati. Belum lagi banyaknya generasi bangsa yang tergeletak akibat kelaparan dan kurang gizi.

Begitu juga dengan angka pengangguran yang cukup tinggi. Di Indonesia pada 2010 diperkirakan masih akan berada di kisaran 10% atau sekira 23 juta orang menganggur.

Ini bukti bahwa mereka belum bisa mendapatkan hak sebagai warga negara yang merdeka. Di bidang pendidikan pun demikian. Banyak anak dari kalangan tidak mampu, harus putus sekolah. Padahal, sebagian besar dari mereka memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Untuk kasus ini, kita belum pantas mengumandangkan kata merdeka.

Tidak cukup sampai di situ. Sektor penting lain yang juga terkait dengan kemerdekaan adalah kesehatan. Kita kerap melihat warga miskin menghembuskan nafas terakhir akibat penyakit yang dideritanya. Bukan tidak mau berobat, tapi ongkos untuk menuju rumah sakit saja tidak punya.

Kalau pun ada jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), belum tentu bisa tersentuh seluruh warga miskin. Banyak birokrasi yang harus dilalui untuk memperoleh jaminan tersebut. Sehingga bisa besar pasak daripada tiang.

Persoalan di atas hanya segelintir anak bangsa yang belum memperoleh kemerdekaan. Masih banyak daftar persoalan negeri ini yang terkait dengan kemerdekaan.

Fakta memang, karena kemerdekaan hanya bisa dirasakan para pejabat, elit poltik dan konglomerat di negeri ini. Kemerdekaan juga hanya bisa dirasakan para koruptor.

Dengan meraup uang negara miliaran bahkan triliunan, mereka hanya dipenjara pada kisaran 1-7 tahun. Waktu yang cukup cepat bagi orang yang memiliki uang banyak. Artinya, setelah menyelesaikan "pendidikan" di Lembaga Pemasyarakatan (LP) mereka tetap menjadi orang kaya.

Andai saja, pemimpin di negeri ini bisa mencontoh China, mungkin jumlah koruptor bisa berkurang. Sebaliknya, aset negara bisa terus bertambah dan pada akhirnya bisa untuk kesejahteraan rakyat.

Seandainya para pemimpin dan penegak hukum di negeri ini belum mampu meluluhlantakan koruptor, mereka belum merdeka. Dengan independensi dan profesional, penegak hukum seharusnya tidak bisa disandera para koruptor.

Sekarang pertanyaan dikembalikan ke masyarakat, apakah bangsa Indonesia sudah merdeka?

Sumber: http://suar.okezone.com/read/2011/08/18/59/493322/merdeka-bukan-sebenarnya

‘Ashabul Kuphi’

‘Ashabul Kuphi’ - Serambi Indonesia -

Oleh Sehat Ihsan Shadiqin

ADA dua jamaah yang paling banyak “menghidupi” malam bulan puasa, yakni jamaah masjid dan jamaah warung kopi atau “ashabul kuphi”. Perbedaan paling prinsipil antara keduanya adalah, jamaah masjid selalu penuh di awal Ramadhan. Bahkan masjid-masjid hampir tidak cukup menampung jamaah yang membludak. Sebaliknya, “ashabul kuphi” semakin bertambah seiring jumlah hitungan hari puasa. Semakin lama puasa, semakin banyak pula jamaah yang datang ke sana. Bahkan pada sepuluh akhir puasa, warung kopi hampir tidak mampu menyediakan kursi tempat duduk karena begitu banyak jamaah yang datang, bahkan mulai setelah berbuka puasa.

Ramadhan dan Model Pembangunan

Ramadhan dan Model Pembangunan - Serambi Indonesia -

Oleh Shabri Abd. Majid

RAMADHAN adalah bulan suci yang penuh makna, sarat nilai, multi-hikmah dan bermega-pahala. Selain menyehatkan raga dan menenangkan jiwa, berpuasa juga mengajarkan hidup toleran, sederhana, gemar menabung, dan bahkan produktif. Tidak hanya itu, Ramadhan turut meletakkan landasan pembangunan ekonomi umat.

Puasa Berpolitik

Puasa Berpolitik - Serambi Indonesia -

DALAM eskalasi politik yang tidak menentu seperti sekarang ini, kehadiran bulan suci Ramadhan bagi masyarakat Aceh amatlah tepat.Dengan hadirnya bulan suci ini sedikit banyaknya akan memberi pengaruh positif terhadap tekanan mental yang selama ini dirasakan agak menegang. Sebab, dengan menjalankan ibadah puasa dengan benar diyakini mampu meredam berbagai dorongan nafsu (khususnya kekuasaan) yang selama ini kelihatannya semakin liar saja.

Manifesto Anti Islam

Manifesto Anti Islam - Serambi Indonesia -

PEMBANTAIAN massal yang membabi buta terhadap para remaja peserta perkemahan partai buruh Norwegia di pulau Utoya pada hari Jumat tanggal 22 Juli 2011 dan pengeboman tidak berprikemanusiaan yang dilakukan oleh Anders Behring Brievik di Oslo Norwegia yang merenggut 93 jiwa, luka berat dan ringan sebanyak 90 orang membuat dunia internasional terkejut, betapa seorang Brievik yang masih muda dan tampan tega melakukan tindakan kejam seperti itu.

Introspeksi (muhasabatun nafsi)

Hakimis: Introspeksi (muhasabatun nafsi): "Instrospeksi (Muhasabatun-Nafs) Introspeksi diri dalam bahasa ilmiah dikenal dengan istilah Muhasabatun-nafs. Dia merupakan perkara yang sa..."

Bagaimana Meningkatkan Kualitas Pendidikan Kita

INDUSTRIALISASI PENDIDIKAN TINGGI

Oleh: Tabrani. ZA Al-Asyhi* -  

Kompetisi global juga sudah melanda dunia pendidikan. Setiap tahun, saat lulusan SMA, MA dan SMK bersaing untuk mendapatkan institusi pilihan, perguruan tinggi pun berlomba-lomba mempromosikan diri dan menjaring calon-calon mahasiswa potensial. Potensial bisa berarti mampu secara akademis atau finansial. Perguruan tinggi dari luar negeri pun tidak mau kalah, dan gencar berpromosi. Begitu pula perguruan-perguruan tinggi swasta (PTS) melakukan berbagai upaya pemasaran dan menjadikan dunia pendidikan tinggi seperti bisnis dan industri. Kini beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) tidak mau ketinggalan dengan membuka jalur khusus atau ekstensi.
Akhir tahun ajaran jenjang pendidikan SLTA sebenarnya jatuh sekitar bulan Mei. Namun sebelum mengikuti ujian akhir nasional (UAN), sebagian siswa SMA/MA/SMK -terutama yang nilai rapor hingga semester lima tidak di bawah rata-rata-sudah mendapat tempat di perguruan tinggi. Beberapa perguruan tinggi sudah melakukan ujian seleksi masuk dan menerima siswa SMA/MA/SMK sekitar bulan Maret dan April. Bahkan ada perguruan tinggi yang sudah memulai seleksi gelombang pertama pada Januari dan Februari. Beberapa tahun terakhir ini, seleksi mahasiswa baru menjadi makin dini karena perguruan tinggi berlomba-lomba memajukan tanggal penerimaan mahasiswa baru untuk menjaring mahasiswa pilihan sebelum didahului perguruan tinggi pesaing. Dalam semangat persaingan ini, ada perguruan tinggi yang menetapkan seleksi gelombang pertama pada awal tahun, tetapi sebetulnya diam-diam sudah memastikan untuk menerima mahasiswa pilihan sekitar bulan Oktober dan November ketika siswa SMA/MA/SMK belum mengikuti ujian akhir semester gasal. Seleksi pra-gelombang pertama ini dibungkus dengan nama jalur prestasi, jalur khusus, jalur kerja sama, dan semacamnya.

Program Unggulan
Akreditasi program studi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) merupakan syarat minimal namun tidak cukup memadai untuk dijadikan poin jual. Kini perguruan tinggi berlomba mengemas dan menonjolkan beberapa program unggulan lain, di antaranya sertifikasi internasional, kerja sama dengan industri, dan kerja sama internasional. Sertifikasi internasional bisa berupa pengakuan dari organisasi profesi di luar negeri (misalnya ada program bisnis yang mengklaim mendapatkan pengakuan AACSB, American Association of Colleges and Schools of Business) atau sertifikasi kendali mutu yang biasanya dilakukan di dunia industri (ada PTS yang telah memperoleh ISO 9001).
Keterkaitan antara perguruan tinggi dan dunia kerja merupakan salah satu area yang sering mendapat sorotan. Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (SK Mendiknas No 045/U/2002 perihal Kurikulum Inti), pengajaran harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kompetensi yang ditentukan industri terkait dan organisasi profesi. Maka dari itu, kerja sama dengan industri sering dijadikan poin jual. Beberapa perguruan tinggi mencantumkan pelatihan dan sertifikasi Microsoft, SAP, atau Autocad dalam brosur mereka. Sementara perguruan tinggi lain memasukkan nama-nama perusahaan besar sebagai tempat magang dan penampung lulusan mereka. Kerja sama internasional-berupa program transfer, sandwich, double degree dengan universitas luar negeri, dan pertukaran mahasiswa-sering ditonjolkan sebagai daya tarik karena dipercaya meningkatkan citra perguruan tinggi sebagai institusi berkualitas internasional. Tidak tanggung-tanggung salah satu kampus di Indonesia membuat iklan kampusnya di televisi dengan icon presiden Amerika Serikat Presiden Barak Obama dengan menyewa bintang iklan yang mirip dengan Obama. Dalam hal ini, calon mahasiswa dan orang tua perlu jeli dan memperhatikan dua hal.
Pertama, apakah institusi luar negeri yang dipasang sebagai mitra benar-benar berkualitas. Tidak semua institusi asing bermutu. Perguruan tinggi di Indonesia bisa saja memanfaatkan gengsi dan kelatahan orang Indonesia terhadap label asing. Ada universitas terkemuka di Indonesia yang pernah terkecoh dan mengecoh publik melalui kemitraan dengan institusi yang ternyata malah hanya menawarkan program nongelar dan reputasinya biasa-biasa saja. Kadang, institusi luar negeri yang dicantumkan menggunakan nama pelesetan yang bisa mengecoh. University of Berkeley tentu tidak sama dengan University of California at Berkeley dan yang Institute berbeda dengan Nanyang Technological University.
Kedua, jika institusi luar negeri yang dipasang benar-benar bergengsi, betulkah ada kesepakatan timbal balik antara kedua institusi. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia tidak segan-segan mencatut nama besar seperti INSEAD, Harvard University, universitas dalam kelompok Ivy League atau universitas besar lainnya. Calon mahasiswa perlu bertanya, sejauh mana dan dalam kapasitas apa kesepakatan antara kedua institusi dilakukan, apakah ada perjanjian tertulis, manfaat apa yang bakal diperoleh mahasiswa dalam kerja sama ini.

Tim dan strategi pemasaran
Seperti layaknya di perusahaan, banyak perguruan tinggi mempunyai tim pemasaran khusus meski mereka kadang agak sungkan menggunakan istilah marketing. Umumnya, tim marketing ini bekerja dengan bendera humas, tim informasi studi, atau biro informasi. Di beberapa PTS swasta, tim pemasaran ini bekerja penuh waktu secara profesional dengan armada lengkap mulai dari staf relasi media, presenter, desainer brosur, sampai dengan petugas jaga pameran. Periode sibuk bagi tim ini biasanya dari Oktober sampai Mei, tetapi mereka bekerja sepanjang tahun.
Di luar periode sibuk, tim marketing melakukan pembenahan internal di perguruan tinggi. Mereka merancang prospektus, brosur, dan katalog dengan cetakan dan desain yang tidak kalah mewah dengan prospektus perusahaan multi nasional. Selain itu, mereka juga mengoordinasi dosen dan wakil mahasiswa dari semua program studi yang ada dan melibatkan beberapa di antaranya dalam aneka kegiatan promosi di dalam maupun di luar kampus. Beberapa dosen pun tidak segan-segan menjalankan peran sebagai petugas promosi jurusan dalam kemasan seminar maupun pameran studi. Selama periode sibuk, berbagai macam kegiatan promosi dilakukan, baik PTS maupun PTN. Kegiatan promosi yang berkaitan langsung dengan jurusan adalah lomba untuk siswa-siswi SMA/MA/SMK. Program studi Sastra Inggris, misalnya, menyelenggarakan lomba pidato, debat, membaca berita, atau menulis esai dalam bahasa Inggris dan lain-lain termasuk program studi lain merancang lomba sesuai dengan program studinya.
Selain lomba, beberapa perguruan tinggi juga menyelenggarakan open house yang di bungkus dengan nama bazar. Ada yang melakukannya di kampus, tetapi ada pula yang menyewa hotel berbintang. Dalam open house ini, berbagai keunggulan pada tiap program studi dan di tingkat perguruan tinggi dipamerkan melalui presentasi, tayangan video, foto, dan contoh produk. Kegiatan promosi tidak hanya dilakukan di kota tempat perguruan tinggi. Tim pemasaran juga melakukan perjalanan ke luar kota bahkan ke luar pulau dalam rangka "menjemput bola". Sekarang adalah era perguruan tinggi berburu calon mahasiswa.
Upaya pemasaran tidak hanya terbatas pada kegiatan promosi sesaat, tetapi juga strategi jangka panjang berupa program menjalin relasi dan kerja sama dengan SMA/MA/SMK. Dalam beberapa tahun belakangan, para kepala dan guru bimbingan konseling di SMA/MA/SMK menjadi orang penting yang diperhatikan dan dimanjakan. Perguruan tinggi menggelar berbagai seminar tahunan dan mengundang mereka dengan menanggung semua biaya transportasi dan akomodasi. Ada pula perguruan tinggi yang melakukan kerja sama secara berkesinambungan misalnya program pendampingan pelajaran teknologi informasi atau revitalisasi perpustakaan di SMA/MA/SMK.
Berbicara soal promosi, tidak ada kecap nomor dua. Masing-masing perguruan tinggi berupaya menampilkan keunggulan dan nilai jual. Kepala SMA/MA/SMK, calon mahasiswa, dan orang tua perlu mencermati persaingan antar-perguruan tinggi dengan cerdas, bijak, dan mempelajari tiap tawaran dengan kritis agar bisa membuat keputusan dan pilihan yang paling baik dan sesuai di antara semua alternatif yang ada.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Menelusuri Gagasan Sekulerisasi


Oleh: Tabrani. ZA Al-Asyhi* - 

Sekulerisasi merupakan gagasan penting yang diadopsi oleh kelompok Islam Liberal, yang sangat diperjuangkan secara konsisten ataupun radikal oleh Nurcholis Majid khususnya. Tidak diragukan lagi bahwasanya sekulerisasi merupakan gagasan yang berasal dari  warisan sejarah perkembangan peradaban Barat mulai abad pertengahan ditandai dengan dominasi gereja yang menghambat penelitian ilmiah. Indikatornya ialah bibel mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal. Sehingga revolusi ilmiah yang dirintis oleh Copernicus dengan teori heleosentrinya dianggap bertentangan dengan bibel.
Allah SWT telah menetapkan Rasullah SAW  sebagai penyempurna agama-Nya. Oleh sebab itu Allah menetapkan bahwa agama Islam telah sempurna. Tapi perubahan zaman menyumbangkan interpretasi-interpretasi mengenai agama Islam yang melahirkan  gagasan sekulerisasi dan liberisasi dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh pemikiran yang bergulir dari kaum Orientalis Barat dan  misionaris Kristen yang  diadopsi oleh Islam Liberal.
Hal ini menimbulkan perpecahan antara dua golongan saudara yang sebagian besar menguasai lahan hijau umat Islam. Salah satunya adalah seorang yang buta akan integrasi ilmu pengetahuan dan agama yang disebabkan oleh pengaruh pemikir barat yang menafikan kebesaran tunggal. Tapi dengan mengembangkan pola dialog interaktif, Adnin Armas sebagai umat Islam sisi kanan menyingkap esensi dari gagasan Islam Liberal yang condong menghancurkan serta mengumumkan bahwasanya mereka termasuk umat Islam yang menentang  konsep Tuhan yang ditulis dalam bukunya berjudul Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap   Islam Liberal, diterbitkan oleh Gema Insani Press cetakan pertama pada tahun 2003 setebal xxiv +156 halaman.
Gagasan sekulerisasi muncul dikarenakan ketidaksanggupan doktrin dan dogma agama Kristen untuk berhadapan dengan peradaban Barat yang sangat beragam. Hasilnya para teolog Amerika dan Eropa menggagas revolusi teologi radikal, yang menggagaskan bahwasanya ajaran Kristen harus disesuaikan dengan sains dan teknologi modern dalam menghadapi sekulerisasi.
Harvey Cox pada tahun 1960-an telah menjelaskan secara rinci bahwa istilah Inggris secular berasal dari bahasa latin saeculum yang berarti zaman sekarang. Pada satu kata lain dalam bahasa Latin juga menunjukkan makna dunia, yaitu mundus yang kemudian di Inggriskan menjadi mundane yang menunjukkan makna ruang. Menurut Harvey Cox, kata dunia dalam bahasa latin memiliki dua arti yaitu mundus dan saeculum, makna kata dunia yang memiliki arti kata ambivalensi yang berasal dari perbedaan antara dua konsep antara  Yunani dan Ibrani. Bagi orang Yunani dunia adalah ruang atau sebuah tempat, maka orang Yunani kuno memandang realitas  menurut ruang. Tapi menurut orang Ibrani, esensi dunia adalah sejarah, maka orang Yahudi memandang realitas menurut masa. Ketegangan konsep antara kedua belah pihak berdampak besar bagi perkembangan teolog Kristen sampai saat ini. Sekulerisasi bermakna pembagian antara  intuisi spiritual dan sekuler, sedangkan sekulerisasi artinya pindahnya tugas gereja dengan tanggung jawab tertentu khususnya pada bidang politik. Penjelasan Cox tersebut identik dengan Nur Cholis Majid yang memasukkan sekulerisasi dalam Islam.

Pro-Kontra Sekulerisasi Nur Cholis Majid Dan Al-Attas
Dalam menanggapi isu tersebut secara tidak langsung telah membagi pemikir Islam menjadi dua kubu yaitu, kubu Nurcholis Majid dan Naquib Al-Attas. Nur Cholis Majid pada tanggal 2 Januari 1970 meluncurkan gagasan sekulerisasinya dalam diskusi yang meluncurkan makalah berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Gagasan itu diperkuat pada pidatonya di Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 21 Oktober 1992 yang berjudul “Beberapa Renungan Tentang Kehidupan Beragama di Indonesia”. Setelah itu berjubellah para propagandis sekulerisasi Indonesia dengan memproklamirkan sekulerisasi, di antaranya adalah Ulil Absar Abdalla, dkk.
Padahal gagasan sekulerisasi merupakan modifikasi Nur Cholis Majid yang diadopsi dari Harvey Cox dan Robert N Bellah berhasil mengolaborasikan gagasannya dari konsepsi pandangan mereka dan ajaran Kristen. Dengan mencari justifikasi dalam ajaran Islam serta melupakan dikotomi antara sejarah Islam dengan Kristen. Menurutnya dengan menerangkan arti etimologi sekulerisasi akan membantunya dari segi bahasa, ia berpendapat bahwasanya: “Kata sekuler berasal dari bahasa Inggris, Latin, Belanda dan lain-lain, yang berasal dari bahasa Latin, yaitu saeculum artinya zaman sekarang ini. Sedangkan arti yang sebenarnya salah satu dari dua kata latin yang berarti dunia atau waktu (mundus) adalah ruang. Menurutnya Sekuler merupakan  istilah paralel dalam bahasa Yunani Kuno, Latin dan bahasa Arab.
Nur Cholis mengutip pendapat Harvey Cox, bahwasanya sekulerisasi dan sekulerisme berbeda. Hal tersebut karena semakin jelas jika dianalogikan dengan perbedaan rasionalisasi yaitu proses penggunaan suatu metode untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan tentang hal tersebut. Sedangkan rasionalisme adalah pendukung rasionalisasi. Analoginya, sekulerisasi tanpa sekularisme, yaitu proses penduniawian tanpa paham keduniawian yang menimbulkan sekulerisasi terbatas dan kritikan. Yang diberikan oleh hari ketuhanan dan prinsip ketuhanan. Jadi sekulerisasi harus dianut oleh semua agama khususnya Islam.
Dalam menggulirkan gagasannya ia menjustifikasikan  dua kalimat syahadat yang mengandung negasi dan afirmasi. Islam dengan ajaran tauhidnya telah mengikis habis animisme, hal ini berarti bahwasanya tauhid telah melahirkan sekularisme besar-besaran pada diri animis. Manusia ditunjuk Tuhan sebagai khalifah di muka bumi ini yang memiliki intelektualitas, rasio dan akal pikiran yang harus dimodifikasikan dengan rasionalisasi dan desakralisasi. Ia melanjutkan argumennya, bahwa dalam Islam terdapat dua konsep, pertama hari agama adalah masa ketika hukum-hukum antara manusia tidak berlaku lagi, yang ada hanya hubungan antara manusia dan Tuhannya. Kedua, hari Dunia adalah  masa yang sedang kita jalani saat ini, hukum-hukum akhirat belum berlaku.
Berbeda dengan Nur Cholis Majid yang mengikuti paham Cox, Syekh Muhammad Naquib al-Attas justru sebaliknya. Pada tahun 1973 ia telah mengkritik sekulerisasi dengan mengembangkan gagasannya dalam bentuk karya monograf dan menerbitkan buku Islam dan Secularism. Menurut Al-Attas klaim sekulerisasi terdapat dalam bible itu merupakan kebohongan terbesar karena sebenarnya sekulerisasi dihasilkan oleh konflik lama antara bible dan orang  Barat.  Al-Attas juga  mengkritik arti Cox tentang perbedaan arti sekulerisasi dengan sekulerisme, karena dua kata tersebut berujung pada makna yang sama yaitu relativisme sejarah yang sekuler.
Dan Islam tidak boleh mensekulerkan serta desakralisasi nilai-nilai agama dengan segala hal. Karena dinamisme kehidupan terjadi karena hubungan vertikal dan horizontal yang dinamis. Memang manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi bukan menjadi partner Allah. Sedangkan sekulerisasi pada makhluk hidup akan mendatangkan malapetaka dan korban eksploitasi sains yang sesat. Jadi sekulerisasi yang dipromosikan lewat gagasan-gagasan orang Liberal merupakan kopian dari eksperimen Kristen dan orang Barat yang sangat berbeda  dengan ajaran Islam.

Dialog Mengenai Orientalis dan Al-Qur`an Proyek Misi Kristen dan Orientalis
Ketika Nur Cholis meluncurkan gagasan sekulerisasi pada tahun 1970 di Indonesia, sangat menyentuh hal-hal yang mendasar pada keautentisitas Al-Qur`an dan Mushaf Utsmani. Karena agenda keabsahan Al-Qur`an telah digarap lama oleh mereka dan sangat mendukung gagasannya. Ironisnya, upaya untuk meragukan Al-Qur`an juga muncul di kalangan aktivis Islam Liberal.  
Usaha Orientalis yang terus menerus menyerang Islam berhasil menjebol pemikiran intelek muslim. Salah satunya Muhammad Arkoun seorang cendekiawan yang sangat populer di kalangan Islam Liberal, membela pemikiran marginal dan menggugat pemikiran dominan dengan mengeluarkan pendapatnya bahwasanya keauntetikan Al-Qur`an perlu dilacak. Ia mengklaim muslim ortodoks  yang terjebak dengan pendekatan fisiologis dan historisme yang terbatas dengan kajian klasik dan tidak menggunakan ilmu-ilmu humaniora. Menurut Arkoun, para Orientalis sangat berjasa bagi kemajuan perkembangan serta studi Islam. Namun gagasan Arkoun tersebut ditolak oleh kalangan muslim. Karena pada hakikatnya bukan Al-Qur`an yang diragukan oleh kaum muslim namun keislaman Arqoun itu sendiri yang perlu diragukan.

Tanggapan
Dialektika antara Islam kiri (Liberal) dan Islam fundamental merupakan wujud penolakan terhadap gagasan serta metodologi Islam yang bersifat bebas tanpa batas dan diadopsi serta diaplikasikan dari pemikiran para Orientalis dan  Misionaris Kristen, seperti Harvey Cox, Robert Bellah, Michel Faucault atau Charles Kurzman yang menafikan the real dan kebenaran tunggal. Padahal konsep Islam yang didasarkan pada Al-Qur`an dan hadits merupakan kunci kemajuan peradaban Islam dari zaman nabi Muhammad SAW sampai detik ini. Oleh sebab itu sangat tidak logis sekali kalau pendukung Islam Liberal mengusung gagasan mereka sebagai wujud protes terhadap Islam fundamental, di antaranya, pertama menciptakan negara sekuler yang terlepas dari nilai-nilai agama. Kedua, kodifikasi Orientalis dan pemikir Barat yang sangat ambisius untuk menghancurkan Islam terhadap Al-Qur`an yang difilter oleh Islam Liberal. Hal ini disebabkan kebodohan mereka yang menginterpretasikan Al-Qur`an secara global tanpa mendalami sistematika pembelajaran Al-Qur`an secara kompleks dari faktor historis maupun  bahasa.
Kesimpulannya Islam Liberal merupakan fenomena kehidupan Islam yang terdoktrin dengan oleh pemikiran para Orientalis dan  Misionaris Kristen, yang menafikan the real dan kebenaran tunggal. Sehingga konsep Islam yang mendasar pada ketuhanan, kenabian, ilmu, politik dan agama dirancui oleh arti kebebasan yang tak terbatas dalam pola pikir tentang Islam. Dan dengan kebohongannya, mereka maju dengan segala argumen yang menyesatkan. Padahal Islam merupakan agama yang telah mengintegrasikan antara agama dan ilmu sejak dahulu kala karena Islam agama modern karena berpedoman pada wahyu Allah, bukan modern karena zaman dan manuskrip  yang  tertulis karena sumbangsih pemikiran manusia yang terbatas. Sehingga apabila umat Islam meninggalkan Al-Qur`an dan hadits berarti kita memungkiri agama Islam sendiri yang diturunkan dan disebarkan oleh nabi  Muhammad SAW.

Tulisan ini merupakan sebuah pemahaman dari Buku Adnin Armas, MA- Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap Islam Liberal.

* Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Kisah Perempuan Menggapai Kesetaraan - suar.okezone.com

Demokrasi yang Dibajak para Bandit - suar.okezone.com

60 Kriteria Pria Idaman menurut Islam

60 Kriteria Laki-laki Idaman (Ideal) menurut Islam adalah laki laki mukmin (beriman) yang …:


1) Islam menjadi pedoman hidupnya yang utama (QS.6:153);

2) Ikhlas menjadi dasar hidupnya (QS.2:207);

3) Taqwa menjadi bekal hidupnya (QS.2:197);

4) Taat menjadi karakteristik khasnya (QS.3.132);

5) Shalat dan sabar merupakan kekuatannya (QS.8:56;32:24);

6) Tsabat (teguh) merupakan sikap hidupnya (QS.8:45);

7) Ukhuwah Islamiyah menjadi pengikat hatinya (QS.49:10;43:67);

8) Tidak mengenal sikap palsu, kamuflase, banyak tingkah dan takabur (QS.25:63);

9) Ruang jiwanya dipenuhi oleh perhatian dan kepedulian yang besar dan penuh kesungguhan dalam mencapai hadaf (tujuan baik) mereka (QS.28:55);

10) Detik-detik malamnya amat berharga, diisi dengan ibadah Qiyamul Lail/Muraaqabatullah (QS.25:64 : 17:79. 76:26);

11) Senantiasa risau dan amat takut akan azab Neraka Jahanam (QS.25:65-66);

12) Punya ukuran-ukuran yang jelas atas kebenaran dalam kehidupannya (QS.25:67.17:29);

13) Tidak menyekutukan Allah, dan tidak menantang (menyalahi) perintah Allah (QS.25:68-71);

14) Tidak menyia-nyiakan hak orang lain dan tidak menzalimi seorangpun (QS.25:72);

15) Hatinya lurus dan hidup subur, dengan iman yang benar (QS.25:73);

16) Senantiasa menginginkan kebaikan yang dilakukan menjamah dan berlanjut untuk setiap generasi (QS.25:74-76);

17) Senantiasa Jujur dalam perkataan dan perbuatan;

18) Senantiasa menjaga tali silaturrahmi;

19) Senantiasa menjaga amanah yang diberikan;

20) Senantiasa menjaga hak tetangga;

21) Senantiasa memberi kepada yang membutuhkan;

22) Senantiasa membalas kebaikan orang lain;

23) Senantiasa memuliakan tamu;

24) Memiliki sifat malu;

25) Senantiasa menepati janji;

26) Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi);

27) Berakhlak baik/mulia kepada sesama makhluk Allah; (Matiinul khuluqi);

28) Senantiasa Shalat tepat pada waktunya;

29) Senantiasa memautkan hatinya ke masjid /Cinta Shalat berjamaah di Masjid;

30) Senantiasa membaca dan mempelajari Al Qur’an dan mengamalkannya;

31) Sederhana dalam urusan dunia dan paling cinta pada urusan akhirat;

32) Paling suka melakukan amar ma’ruf nahi munkar;

33) Paling berhati-hati dengan lidahnya (menjaga lidah);

34) Senantiasa cinta pada keluarganya;

35) Paling lambat marahnya;

36) Senantiasa memperbanyak istighfar, berdzikir dan mengingat Allah swt dan memperbanyak Shalawat Nabi;

37) Senantiasa suka dan ringan berzakat, infaq dan bersedekah;

38) Senantiasa menjaga wudhu;

39) Senantiasa menjaga Shalatnya terutama Shalat wajib;

40) Senantiasa menjaga Shalat sunnat Tahajjud dan Shalat Dhuha;

41) Paling cinta dan hormat pada kedua orang tuanya, terutama ibunya;

42) Cerdas / Pikirannya intelek (Mutsaqoful fikri);

43) Aqidahnya bersih/lurus (Saliimul ‘aqiidah);

44) Ibadahnya benar (Shohiihul ‘ibaadah);

45) Rendah hati (Tawadhu’);

46) Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun nafsi);

47) Mampu mencari nafkah (Qaadirun’alal kasbi);

48) Senantiasa menjaga dan memelihara lidah/lisan (Hifdzul lisaan);

49) Senantiasa istiqomah dalam kebenaran (Istiqoomatun filhaqqi);

50) Senantiasa menundukkan pandangan terhadap lawan jenis dan memelihara kehormatan (Goddhul bashor wahifdzul hurumat);



51) Senantiasa lemah lembut dan suka memaafkan kesalahan orang lain (Latiifun wahubbul’afwi);

52) Benar, jujur, berani dan tegas (Al-haq, Al-amanah-wasyaja’ah);

53) Selalu yakin dalam tindakan yang sesuai ajaran Islam (Mutayaqqinun fil’amal);

54) Senantiasa pandai memanfaatkan waktu (untuk dunia dan akhirat) (Hariisun’alal waqti);

55) Sebanyak-banyaknya bermanfaat bagi orang lain (Naafi’un lighoirihi);

56) Senantiasa menghindari perkara yang samar-samar (Ba’iidun’anisy syubuhat);

57) Senantiasa berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-bina’);

58) Senantiasa siap menolong orang yang lemah (Mutanaashirun lighoirihi);

59) Senantiasa berani bersikap keras terhadap orang-orang kafir yang memusuhi kita (Asysyidda’u’alal kuffar);

60) Senantiasa mengingat akan datangnya kematian;

Apakah anda atau suami atau (calon) suami/pasangan Anda telah memenuhi ciri-ciri pria idaman menurut Islam seperti di atas ?

Apabila sudah sebagian maka sempurnakanlah dan pertahankanlah, namun apabila belum senantiasa berusahalah untuk menyempurnakannya, karena memang Tidak ada insan yang sempurna, kecuali Rasulullah saw, tapi senantiasa berusahalah menjadi yang mendekati kriteria-kriteria tersebut.

Semoga kita semua dan anak keturunan kita senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah swt untuk bisa menjadi insan dan laki-laki yang baik menurut Islam dan bagi akhwat semoga diberi Allah swt atau bagi akhwat (perempuan) dapat diberikan Allah swt pasangan laki-laki mukmin yang baik menurut Islam seperti disebutkan di atas. Amiin


Wallahualam bissawab

source ;
http://ikhwahfillah.com/pg/blog/minoneko/read/5834/60-kriteria-pria-idaman-menurut-islam

Dalil-Dalil Acara Saat Kematian

Hakimis: DALIL-DALIL ACARA SAAT KEMATIAN: "HUKUM TA'ZIAH Ta'ziah adalah mengajak kerabat mayit bersabar atas musibah untuk mendapatkan fahala, menjauhi gundah yang mengakibatkan d..."

Hakimis: Hukum Penggunaan Ilmu Hisab dan Rukyat dalam Penen...

Hakimis: Hukum Penggunaan Ilmu Hisab dan Rukyat dalam Penen...: "Para ulama dalam menggunakan sarana untuk menentukan awal dari bulan Ramadhan dan Syawal. Sebagian ulama memilih rukyah, sebagian lagi mem..."

Bangsa Yang Anti Kerja


Oleh: Tabrani. ZA Al-Asyhi* -

Perilaku sebuah bangsa tidak tercipta dalam waktu singkat, namun terbentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Lihatlah kondisi perguruan tinggi yang sudah lama mengalami “kecelakaan”. Sebanyak 98 persen dari dosennya merupakan lulusan sendiri yang mengambil S2 dan S3 di dalam negeri. Sebagian besar dari mereka kemudian mengajar dan menguji. Mungkin itu belum jadi masalah karena itu semua tergantung kualitas dari perguruan tinggi dan dosen itu sendiri. Yang lebih parah sekarang banyak kita dapati di beberapa kampus di Indonesia bahwa dosen di pascasarjana yang mengajar para mahasiswa Magister (S2) adalah masih master yang belum menyelesaikan program Doktoralnya (S3), bukan itu saja bahkan mereka menjadi pembimbing dan penguji karya tulis ilmiah (tesis) untuk mahasiswa magister (S2). Sementara itu daya serap mahasiswa terhadap mata kuliah yang disuapi dosennya hanya 20-30 persen. Situasi ini diperparah oleh perilaku sebagian besar mahasiswa yang tidak senang membaca buku. Padahal buku merupakan jendela dunia.

Kalau kita amati sekarang, baik dosen maupun mahasiswa kini tidak lagi menghargai disiplin. Sebelum tahun 1970-an atau pada zaman Soekarno, sikap ini masih bagus, dalam arti mereka tahu disiplin. Mengapa begitu, karena pelajaran dari bangsa Jepang dan Belanda masih menetes kepada para pemimpin bangsa saat itu. Akan tetapi, sejak tahun 1970-an sampai sekarang perilaku unggul itu mulai merosot. Mereka mulai malas bekerja dan malas berdisiplin. Baik mahasiswa maupun dosen sering bolos. Menurut penelitian, rata-rata kehadiran mahasiswa hanya 10 kali dalam satu semester. Artinya, dorongan bermalas-malas di kalangan civitas akademika sangat kuat. Yang paling parah, para dosennya sendiri juga suka bolos dengan berbagai alasan dan melupakan tanggung jawabnya sebagai pengajar.

Gejala umum ini ternyata tidak hanya di kalangan perguruan tinggi, tapi merembet ke sekolah-sekolah rendah dan menengah. Ada suatu anggapan bahwa setelah SMA dan masuk perguruan tinggi, mereka semua bisa hidup bebas. Mau datang kuliah, mau bolos, tidak apa-apa. Ini amat mengherankan, gejala itu tumbuh subur pada saat negeri ini membangun pada masa Orde Baru. Demikian juga perilaku pegawai di perguruan tinggi yang harusnya datang pukul 07.00, pada umumnya datang pada pukul 09.00.

Pendidikan Antikerja
Sebuah analisis terhadap perilaku masyarakat di negara maju menyatakan, mayoritas penduduknya sehari-hari mengikuti prinsip-prinsip dasar kehidupan. Misalnya, menghargai etika, kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan dan hukum masyarakat, hormat pada hak orang/warga lain, cinta pada pekerjaan, berusaha keras menabung dan investasi, bekerja keras hingga tepat waktu.

Para mahasiswa di negara-negara maju menyebut belajar itu bekerja. Di Amerika Serikat, misalnya, kalau mahasiswa itu berkata, I must to work, itu artinya belajar atau kuliah. Namun, di republik ini para mahasiswa tidak menganggapnya demikian. Pernah seorang menteri pendidikan menyatakan, anak-anak lebih suka sekolah, tapi tidak suka kerja. Celakanya, dalam kurikulum, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, terkesan anti- kerja.

Dalam kurikulum, program manual work hampir tidak pernah ada. Malah yang ada pun terus dianjurkan agar dihapus. Dulu yang mengadakan kurikulum jenis ini Pemerintah Kolonial Belanda. Oleh negeri bekas jajahannya, mulai tahun 1970-an, kemudian diganti dengan nama resmi keterampilan atau kerajinan seni rupa. Pernah dalam diskusi IKIP seluruh Indonesia, bidang keterampilan kerajinan dipisahkan dari seni rupa, bahkan sekarang hanya jadi ekstra kurikuler.

Pada zaman Ode Baru, semua media koran, televisi, radio dan sebagainya memublikasikan pembedaan itu. Jadi sekolah itu hanya untuk kerja mental, bukan kerja fisikal. Pernah ada pelajaran hasta karya. Tapi kemudian tidak boleh dipakai oleh murid-murid untuk melakukan apa-apa yang menghasilkan apa-apa. Yang mengatakan bahwa pelajaran seni dan hasta karya di sekolah-sekolah itu harus bebas berekspresi. Katanya yang penting bukan hasil, tapi proses, seraya tidak peduli hasilnya apa. Proses rasa bebas itu artinya kerja sembarangan dalam pelajaran seni rupa kerajinan dan sebagainya.

Di kalangan masyarakat ada hubungan antara harkat manusia dan kerja manual. Makin banyak kerja manual manusia itu makin rendah harkatnya. Makin kurang kerja manual atau sama sekali tidak kerja manual, makin tinggi harkatnya. Kerja intelektual atau kerja mental, misalnya belajar ilmu, teori, filsafat, banyak sekali peminatnya karena makin tinggi harkatnya.

Namun, yang kerja fisikal hanya sedikit saja karena harkatnya rendah. Kerja fisik itu bukan hanya dianggap rendah, tapi juga merupakan kerja orang-orang jelata. Itu kerja orang-orang miskin, sedangkan kerja orang-orang yang tidak begitu harus menjauhkan diri dari yang manual, dari yang fisikal. Situasi ini sama dengan zaman Yunani dan Romawi dulu. Di zaman Yunani kuno tersebut semua kerja yang bersifat fisikal manual dianggap tidak bermartabat.

Bernilai rendah
Ironisnya, dunia pendidikan di republik ini juga ”memusuhi” program yang berorientasi pasar. Sejumlah ahli design pernah mengeluhkan tentang perilaku di kampusnya yang tidak market friendly. Mereka merasa tertekan sebab kalau membuat design berorientasi pasar itu dianggap rendah. Yang bagus dan dihargai kalau design dibuat klasik atau bersifat scientific. Situasi ini berbeda dengan di luar negeri. Di negara maju itu hampir semua mahasiswanya bekerja. Yang tidak bekerja hanya mahasiswa Indonesia yang kebetulan dapat beasiswa dari pemerintah. Malah mereka bisa anteng bekerja di perpustakaan seperti menyusun buku yang secara fisik tidak mau dikerjakan mahasiswa Indonesia.

Bangsa ini menganggap kerja itu mempunyai nilai rendah. Artinya, kerja itu beban, kerja itu suatu keterpaksaan, kerja itu suatu siksaan. Manusia Indonesia pada umumnya bermimpi hidup senang, hidup enak, tanpa kerja. Lalu siapa yang menghasilkan makanan dan sebagainya? Seperti pada zaman Yunani kuno, ya orang-orang rendah, rakyat jelata itu. Merekalah yang disuruh kerja, menghasilkan padi, misalnya. Nilai paling tinggi itu hidup senang. Hidup senang artinya punya banyak uang. Bagaimana menciptakan harta banyak tanpa kerja, ya korupsi dan terus korupsi kapan lagi supaya bisa banyak uang, begitulah pemikiran yang dikembangkan oleh orang kita Indonesia khususnya para pejabat... korupsi dan terus korupsi...
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Zainuddin dan Nazaruddin

Dunia dilengkapi terang dan gelap, siang dan malam, lelaki dan perempuan, dekat dan jauh, rendah dan tinggi, maupun baik dan buruk. Zainuddin membawa kita pada imajinasi tentang kebaikan, dan Nazaruddin kepada keburukan. Almarhum Zainuddin Muhammad Zein mengajak sejuta umat menuju kebaikan dengan segala kenikmatan dunia akhirat, sementara Muhammad Nazaruddin dihujat jutaan orang karena mempraktikkan keburukan dengan segala adzab dunia akhirat.
  
Din pada almarhum Zainuddin merupakan sebuah jalan lurus yang dibimbing para malaikat menuju pintu surga, din pada Nazaruddin berbentuk jalan pintas yang penuh rayuan syetan sehingga mempercepat ke dasar neraka. Zainuddin menegakkan "din", Nazaruddin menodai "din". Kata orang, "din" adalah cahaya agama. Pada akhirnya, almarhum Zainuddin berdiri pada pilar moralitas yang dihiasi rigorisme, dan Nazaruddin meninggalkan moralitas untuk kemudian terperangkap laksisme. Oleh sebab itu, kepergian almarhum Zainuddin diiringi doa, dan kepergian Nazaruddin diwarnai sumpah serapah.
  
Begitulah dunia yang diwarnai dikotomi-dikotomi tegas. Inilah dualitas semesta. Dalam sejarah agama ada Habil dan Qabil, di pewayangan kita kenal Pendawa dan Kurawa, dan kini ingatan kita disegarkan Zainuddin dan Nazaruddin.
  
Zainuddin Muhammad Zein adalah seorang dai kondang yang baru saja pergi dipanggil Sang Khalik pada Selasa (5/7/2011) pukul 09.15 WIB, dan Muhammad Nazaruddin adalah seorang politisi tersangka kasus suap yang baru-baru ini dikabarkan pergi dari Singapura. Keduanya, dalam realita kehidupan bisa ditafsir saling keterkaitan. Zainuddin mempunyai tugas untuk mengajak Nazaruddin meninggalkan keburukan. Dalil agama digunakan Zainuddin untuk meyakinkan Nazaruddin. Kemudian Zainuddin mengingatkan Tuhan dimana-mana, tetapi sayang, Nazaruddin justru lebih percaya kepada filsuf Nietzsche bahwa "Tuhan telah mati!". Lantaran racun Nietzsche itulah Nazaruddin gampang sekali melupakan kebaikan.
  
Padahal jika seeorang masih ingat baik, ia akan dituntun mencapai tujuan hidup melewati rel moralitas. Baik adalah kunci moralitas. Namun, apakah baik itu? Kita bakal kesulitan untuk mendefinisikan "baik" itu. Sejak dulu diingatkan oleh Filsuf George Edward Moore, jangan bersusah payah untuk mencari definisi kata "baik". Moore punya argumen "baik" itu  bersifat primer sehingga tidak bisa  dianalisis karena memang bukan terdiri dari bagian-bagian lagi. "Baik" tak bisa direduksi kepada sesuatu yang lebih mendasar lagi karena memang dari sono-nya sudah merupakan data dasar. Atas dasar ini kita tidak akan menemukan definisi itu.
  
Agar baik punya makna, maka Moore membedakan "baik" dan "sesuatu yang baik". Tatkala membicarakan "sesuatu yang baik" maka "baik" yang dikenakan pada sesuatu itu sudah bisa dimaknai. Memang agak ruwet untuk dipahami, tetapi dengan contoh ini, misalnya, "politisi yang baik" maka "baik" yang dikenakan pada "politisi" sudah bisa dimaknai. Maknanya adalah politisi baik mau mempraktikkan segala ragam keutamaan.
  
Lebih makro lagi bahwa "manusia yang baik", menurut Aristoteles, melakukan aktivitas jiwa dalam kesesuaian dengan keutamaan. Di sini jelas, "keutamaan-keutamaan" menjadi ukuran "manusia baik". Platonis senantiasa menggunakan "yang baik" sebagai tujuan. Oleh karena itu segala tindakan dan pilihan akan mengacu kepada tujuan "yang baik". Tujuan "yang baik" itu sendiri, menurut Plato, bermuatan keutamaan.
    
Aristoteles hanya memberi batas keutamaan kepada "sifat karakter yang tampak dalam tindakan kebiasaan". Misalnya begini, kita tidak mencapai karakter jujur jika dilakukan kadang-kadang saja. Tetapi kalau terus berusaha menempatkan kejujuran sebagai kebiasaan sehari-hari,  maka karakter jujur berpotensi melekat pada diri kita. Inilah yang dimaksud Aristoteles sebagai keutamaan. Jadi, kebiasaan jujur ini merupakan tindakan yang muncul dari karakter yang kokoh dan tak berubah.
  
Mari kembali ke realitas sehari-hari, bagaimanakah "politisi yang baik"?. Dari paparan di atas maka "politisi yang baik" semustinya mengacu kepada keutamaan-keutamaan. Secara umum keutamaan itu sudah dicantumkan dalam kode etik maupun petunjuk kerja di institusinya, tetapi jika mengacu kepada unsur keutamaan, sampailah kepada jenis karakter yang dibutuhkan untuk menjadi "politisi yang baik".
  
Politisi yang baik mau menjunjung tinggi etika politik. Lewat etika politik inilah seorang politisi mengincar hidup baik bersama. Dari pendekatan ini akan diketahui bahwa etika politik merupakan manajemen hidup bersama yang baik. Sebuah tata hidup yang mematangkan prinsip-prinsip kebebasan, keadilan, kesetaraan, dan solidaritas. Empat hal ini bakal dijunjung oleh politisi yang baik.
  
Bukankah almarhum Zainuddin senantiasa mengingatkan empat hal itu dalam dakwah-dakwahnya? Maka, untuk memeroleh "sesuatu yang baik" kita memang butuh orang sekaliber almarhum Zainuddin. Ini mau menegaskan, kalau kita ingin mencapai kebaikan, kita butuh pengganti Zainuddin. Para pengganti Zainuddin inilah yang bakal menghambat kemunculan Nazaruddin-Nazaruddin lainnya. Kita bisa bayangkan, pengganti Zainuddin dihadapkan tantangan berat. Mereka dituntut untuk meyakinkan umat bahwa "baik adalah kunci moralitas"! (*)

Toto Suparto, esais, @puskabjogja.

Sumber: Okezone.com