Sepakbola di Negeri Tak Dewasa

Oleh: Fetra Hariandja - 


TIMNAS Indonesia harus mengakui ketangguhan Bahrain 0-2 pada kualifikasi Pra Piala Dunia Zona Asia Grup E. Bukan kalah atau menang yang menjadi sorotan pasca-pertandingan. Bangsa ini tidak membahas mengapa Indonesia kalah, meski tampil di kandang.

Semua pihak kini menyoroti ulah sebagian pendukung fanatik tim Merah Putih yang tidak sportif. Mereka membuat kekacauan yang justru menciutkan mental dan psikologi bertanding Bambang Pamungkas dan kawan-kawan.

Jutaan publik sepakbola di negeri ini pasti melihat aksi suporter yang menyalakan kembang api di tribun. Memang sudah beberapa kali terjadi, namun wasit Lee Min Hu dari Korea Selatan terpaksa menghentikan pertandingan pada menit ke-75.

Citra pendukung sepakbola Indonesia semakin buruk setelah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meninggalkan stadion saat pertandingan dihentikan. Keputusan SBY menuai pro dan kontra. Namun tidak sedikit yang menyesalkan keputusan emosional tersebut.

Seharusnya, Presiden SBY membantu PSSI melobi utusan Badan Sepakbola Dunia (FIFA) dengan menunjuk staf atau menterinya agar laga dilanjutkan. Sadar atau tidak sadar, keputusan SBY menjadi sorotan media dunia yang meliput langsung pertandingan.

Kemudian, Presiden SBY datang ke Stadion Gelora Bung Karno bukan mendukung suporter, melainkan Timnas Indonesia. Artinya, SBY tidak menyikapi emosi suporter yang haus prestasi dengan emosi juga.

Semua pihak hendaknya menunjukkan sikap dewasa, tanpa saling menyalahkan tragedi tersebut. Caranya, pikirkan untung dan rugi saat memilih satu keputusan. Jangan mengedepankan sikap egois dan merasa menang sendiri saat melakukan satu tindakan.

Kita sadar kekuatan Indonesia masih jauh dari impian untuk merebut tiket Piala Dunia atau Piala Asia sekalipun. Tapi dengan dukungan secara dewasa dari pandukung dan presiden, para pemain terpanggil untuk menunjukkan prestasi.

Hanya itu yang bisa dilakukan bangsa ini. Pasalnya, anggaran untuk pembinaan sepakbola di Indonesia belum mendekati kebutuhan. Tim besutan Wim Rijsbergen itu terkendala dana untuk melakukan persiapan secara maksimal. Beda dengan negara lain, sebut saja China, Jepang atau Korea Selatan. Pemerintah ketiga negara tersebut memberi dukungan penuh, terutama keuangan untuk membangun sepakbolanya.

Artinya, sikap para suporter dan keputusan Presiden SBY sangat tidak pantas dipertontonkan. Mari kita sama-sama berpikir bijak dan mendukung penuh sepakbola Indonesia, bukan semakin sebaliknya. Bila mental dan psikologi mereka terganggu akibat ulah buruk suporter, jangan pernah berharap Indonesia mampu berprestasi.

Mari sama-sama kita renungkan, apa yang pantas diberikan untuk membangun prestasi sepakbola Indonesia?


Sumber: http://suar.okezone.com/read/2011/09/07/59/499683/sepakbola-di-negeri-tak-dewasa

0 komentar:

Post a Comment