BOOK REVIEW ARGUMEN ISLAM UNTUK LIBERALISME


Judul Buku                : Argumen Islam Untuk Liberalisme
Penulis                       : Budhy Munawar-Rachman
Cetakan/ Tahun        : Pertama/ 2010
Penerbit                     : PT. Grasindo
Tebal buku                : 266 Halaman
Di Review Oleh        : Tabrani. ZA

A.     Abstrak
Buku Budhy Munawar-Rachman -seorang pemikir Islam yang pernah belajar bersama Nurcholish Madjid- yang berjudul Argumen Islam untuk Liberalisme (Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya), merupakan pecahan dari bukunya yang berjudul Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme, Paradigma Baru Islam Indonesia- adalah sebuah penjelasan ilmiah mengenai paradigma itu dilihat dari perspektif Islam yang berkembang di Indonesia. Liberalisme merupakan masalah kebebasan berpikir yang sebenarnya merupakan isu klasik dalam sejarah pemikiran Islam. Liberalisme adalah paham yang berusaha memperbesar wilayah kebebasan individu dan mendorong kemajuan sosial. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimistis tentang manusia. Prinsip-prinsip liberalisme adalah kebebasan dan tanggung jawab. Yang menjadi penekanan dalam liberalisme adalah tidak ada kebebasan tanpa batas. Liberalisme memberikan inspirasi bagi semangat kebebasan berpikir kepada masyarakat untuk mencari solusi terbaik dalam menghadapi masalah-masalah yang tengah dihadapi. Liberalisme adalah paham yang memunculkan pembagian kekuasaan, pembatasan kekuatan, toleransi, dan kebebasan beragama, begitu pula the rule of law, kedaulatan hukum dengan hak azazi manusia. Dan liberalisme merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan yaitu merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia bebas.
Aliran liberalisme dapat dipandang dari dua sudut pandangan. Pertama, aliran dalam Islam yang merupakan bagian dari liberalisme global. Kedua, liberalisme agama sebagai bagian dari pemikiran Islam sendiri. Liberalisme Islam, dalam manifestasinya yang mutakhir adalah merupakan bagian dari liberalisme global. Liberalisme di sini diartikan sebagai paham yang menjunjung kebebasan individu, terutama dari negara. Paham liberalisme inilah yang sebenarnya juga merupakan sumber dari teori tentang masyarakat (civil society).

B.     Masalah atau pertanyaan
Ada beberapa masalah yang ditimbulkan yang menjadi pertanyaan yang ditimbulkan oleh penulis dalam buku ini:
1.      Mengapa terjadi kesalahan persepsi dalam melihat Islam?
2.      Apa itu liberalisme dan bagaimana hubungan Islam dengan liberalisme?
3.      Apakah liberalisasi berarti meninggalkan kedudukan dan peranan wahyu?

C.     Topik Penting
Umat Islam pada umumnya, ditunjukkan oleh Budhy dalam bukunya yang didasarkan pada survei pemikiran yang luas ini, tidak memiliki persepsi mengenai krisis (sense of crisis) yang dihadapi umat dan bangsa dewasa ini.
Krisis umat dan bangsa di sini adalah dunia dewasa ini dilanda krisis lingkungan hidup,maka sumber terbesarnya adalah agama moneteis atau agama samawi, sebagaimana diceritakan dalam novel Ayu Utami, Bilangan Fu (2008). Agama-agama local yang disebut secara pejoratif sebagai “agama primitif”, justru malah ramah lingkungan. Dengan agama samawi manusia telah menjadi penguasa yang otoriter. Krisis islam atau umat islam itu sebenarnya terjadi di seluruh dunia Islam. Dunia islam tidak lagi menjadi Dar al-Islam (bumu yang damai) tetapi Dar al-Harb (Bumi konflik dan perang). Krisis tersebut juga terjadi di Indonesia, di tandai oleh teroris yang dilakukan oleh organisasi-organisasi atau individu yang mengatasnamakan Islam. Sekalipun Dunia sekarang lagi berbangga hati khususnya Amerika dengan tewasnya pimpinan teroris dunia (Al-Qayda) Osama bin Laden pada tanggal 2 Mei 2011 lalu.
Justru yang mereka lihat adalah bahwa Islam menghadapi ancaman dan konspirasi, khususnya konspirasi kaum Yahudi dan Kristen untuk menghancurkan Islam, karena pandangan itu mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur`an sendiri yang melihat sikap orang Yahudi dan Kristen itu sebagai permanen dan tidak berubah. Di lain pihak, kebangkitan Islam dalam bentuknya sekarang ini (sebagaimana yang digambarkan oleh Budhy dalam bukunya) justru di anggap sebagai ancaman bagi orang lain di lingkungannya. Aktivisme politik Islam dianggap akan melawan gelombang demokratisasi dengan pola perjuangan untuk menuntut berdirinya negara otoriter dan totaliter sebagai yang nampak dalam gagasan dan gerakan untuk mendirikan kekhalifahan Islam seluruh dunia.
Liberalisme merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan yaitu merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia bebas. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimistis tentang manusia. Seperti ditunjukkan oleh Budhy dalam bukunya, pembebasan atau liberasi dalam liberalisme ini terjadi di dua wilayah. Pertama, adalah wilayah iman, dan Kedua, adalah wilayah pemikiran.
Budhy dalam bukunya menjelaskan bahwa, menurut paham liberalisme, iman dan akidah adalah masalah individu yang memiliki otonomi. Pengembalian iman dan akidah kepada individu menciptakan kebebasan beragama. Sedangkan masalah negara dan masyarakat adalah wilayah publik yang harus di bahas secara rasional dan demokratis. Dalam wilayah pemikiran, liberalisasi pemikiran Islam menghadapi isu-isu kontemporer, misalnya demokrasi, hak-hak asasi manusia, kesetaraan gender, kesetaraan agama-agama dan hubungan antar agama, tidak lagi terikat pada paradigma lama dan tidak terikat pula pada teks yang tidak berubah dan tidak bisa di ubah, melainkan percaya pada kemampuan akal budi manusia sebagai anugerah Tuhan dalam merumuskan solusi terhadap masalah-masalah kontemporer itu.
Budhy dalam bukunya menjelaskan liberalisme merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan yaitu merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia bebas. Namun Budhy menggaris bawahi bahwa kebebasan dalam liberalisme di sini adalah kebebasan yang dilembagakan dalam hukum ketatanegaraan. Kebebasan bukan justru anarkis. Tapi liberalisme bisa juga bisa menjurus pada anarkisme, jika dipahami sebagai kebebasan tanpa batas. Dalam liberalisme, kebebasan itu dipahami dalam kerangka hukum; tidak ada kebebasan yang bersifat mutlak.
Inti dari liberalisme adalah kemerdekaan mengekspresikan ide-ide pribadi tanpa ada paksaan maupun hambatan dari orang lain. Bila memahami konsep liberalisme dalam pengertian itu maka liberalisme menjadi keharusan. Karakter dasar manusia adalah keinginan untuk bebas. Sedangkan liberalisme dalam dimensi agama, pada umumnya berarti orang yang berani mempertanyakan dan mengkritisi doktrin-doktrin teologi.
Kemudian Budhy dalam bukunya, menjelaskan bahwa Liberalisasi adalah masalah kebebasan menuju nilai kemanusiaan yang hakiki, yaitu mendapatkan keadilan. Konsep tersebut selalu ada pada setiap masyarakat. Sebab, masing-masing orang selalu menyimpan dan menghendaki rasa untuk terbebas dari tekanan-tekanan sistem yang ada. Sebagaimana pendapat Ulil Abshar-Abdala bahwa jalan satu-satunya untuk menuju kemajuan Islam adalah dengan tidak mempersoalkan cara kita menafsirkan agama ini.

D.    Topik utama yang diprioritaskan
Yang menjadi topik utama dalam bukunya Budhy Munawar-Rachman ini adalah Islam dan Liberalisme (Islam Liberalisme)( Islam Liberal pada tataran Intelektual, memisahkan Ijtihad dari taklid, akal dari otoritas. Tradisi liberal berpendapat bahwa Islam, jika dipahami secara benar, sejalan dengan- atau bahkan perintis jalan bagi- liberalisme Barat. (Lihat: Carles Kurzman, Wacana Islam Liberal,Jakarta: Pramadina,2001, hal. xvii-xix. Liberalisme dalam Islam adalah keinginan menjembatani antara masa lalu dengan masa sekarang. Jembatannya adalah melakukan penafsiran-penafsiran ulang sehingga Islam menjadi agama yang hidup. Di samping itu, Islam Liberal mengagendakan empat fokus utama dalam liberalisme:
1.      Agenda politik. Terkait dengan sikap politik kaum muslim dalam melihat sistem politik yang berlaku, terutama yang terkait dengan bentuk dan sistem pemerintahan. Bentuk negara merupakan pilihan manusiawi.
2.      Menyangkut kehidupan antar-agama kaum Muslim. Dengan semakin majemuknya kehidupan masyarakat di negara-negara Muslim, maka pencarian teologi pluralisme menjadi sebuah keniscayaan.
3.      Mengajak kembali beberapa doktrin yang cenderung merugikan dan mendeskreditkan kaum perempuan. Hal ini karena doktrin-doktrin tersebut bertentangan dengan semangat dasar Islam yang mengakui persamaan dan menghormati hak-hak jenis kelamin.

Dan hal ini yang menjadi prioritas utama Budhy dalam bukunya secara ringkas adalah:
Pertama, HAM dan Kebebasan Beragama. Di sini Budhy dalam bukunya menyatakan bahwa Liberalisme intinya memberikan kebebasan kepada masyarakat. Prinsipnya adalah menjunjung tinggi kebebasan individu, kebebasan politik dalam partisipasi demokratis, kesamaan antar manusia dan pluralisme. Dalam liberalisme, hukum harus memperlakukan semua orang sama tanpa perbedaan yang di dasari atas ras (keturunan), agama, kedudukan sosial dan kekayaan. Liberalisme mendorong suatu keadaan masyarakat di mana orang merasa aman dan tidak takut atau enggan untuk mengakui dan mengekspresikan keyakinan beragamanya.
Kedua, Demokrasi dan Agama. Budhy dalam bukunya menjelaskan bahwa demokrasi sebagai sistem, Islam sebagai visi moralnya, dan demokrasi adalah cara terbaik mengatasi keberbedaan, intinya adalah demokrasi liberal, negara dan agama harus dipisahkan.
Menurut saya (pereview), dalam masyarakat di mana agama adalah penanda identitas, jalan menuju demokrasi liberal, bagaimanapun lika-likunya, tidak bisa terhindar dari gerbang politik keagamaan. Walaupun teori ilmu sosial arus-utama sejak lama meyakini bahwa politik keagamaan dan demokrasi/liberalisasi bersifat saling meniadakan, pembacaan kritis terhadap catatan sejarah menunjukkan sebaliknya. Dalam banyak masyarakat demokratis yang telah memiliki tradisi yang panjang, berbagai perdebatan mengenai tempat agama dalam politik adalah isu yang paling hangat diperdebatkan. Negosiasi dan tawar menawar secara demokratis tentang peran normatif agama dalam pemerintahan merupakan bagian tak terpisahkan dari proses perkembangan ini. Kehadiran politik keagamaan - khususnya di ruang publik adalah bagian penting politik keagamaan - merupakan bagian penting dari sejarah dan perjuangan menuju demokrasi liberal yang sering tidak diperhatikan oleh para teoretikus demokrasi, termasuk Indonesia. Implikasi teoritis yang utama dan relevan dengan kajian demokrasi liberal dalam masyarakat Muslim dari pandangan ini adalah bahwa demokratisasi dan liberalisasi tidak dapat dipisahkan dari perdebatan mengenai peran normatif agama dalam pemerintahan. Jadi menurut saya (pereview) pendapat Budhy dalam bukunya- yang menyatakan agama dan negara harus dipisah- terbantahkan.
Kemudian terdapat hubungan yang dekat dan sering diabaikan antara reformasi keagamaan dengan perkembangan politik. Hal ini sering ditemui dalam masyarakat yang berada dalam pengaruh doktrin religiopolitis yang tidak liberal dan demokratis. Demokratisasi dan liberalisasi tidak selalu mensyaratkan penolakan atau privatisasi agama, namun yang jelas mereka syaratkan adalah sebuah penafsiran ulang terhadap gagasan-gagasan keagamaan dengan memperhatikan basis moral dari otoritas politik dan hak-hak individu yang sah. Dengan melakoni penafsiran ulang ini, kelompok-kelompok agama dapat memainkan peran penting dalam perkembangan dan konsolidasi dari demokrasi liberal. Budhy dalam bukunya menegaskan, secara sekilas hubungan antara agama dan demokrasi terlihat bertentangan dan konfliktual. Kedua aspek tersebut berbicara mengenai dua aspek yang berbeda tentang manusia. Agama adalah sebuah sistem kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan Ilahi. Agama lebih metafisik serta memiliki orientasi dan tujuan akhir pada “akhirat”, meskipun agama-agama memiliki perbedaan dalam manifestasinya yang beragam. Sedangkan demokrasi bersifat duniawi, sekuler, dan egaliter. Tanpa memperhatikan latar belakang agama, ras, atau kepercayaan politik, demokrasi menawarkan persamaan hak dan perlakuan di depan hukum bagi seluruh warga Negara tanpa diskriminasi. Tujuan akhirnya diarahkan menuju pengelolaan urusan-urusan manusia tanpa kekerasan dalam rangka menciptakan kehidupan yang baik di dunia ini, bukan di akhirat nanti. Perbedaan besarnya adalah bahwa tidak seperti perintah agama, aturan-aturan demokrasi bisa diubah, disesuaikan, dan diperbaiki, sedangkan agama tidak bisa di ubah. Sifat inklusif dari demokrasi inilah yang memisahkannya dari agama dan sistem politik yang memiliki basis teologis.
Secara keseluruhan, buku ini menyerukan upaya “memikir ulang” demokrasi dengan memasukkan variabel agama dalam perkembangan dan pembangunan sosial demokrasi liberal. Dengan melihatnya melalui pendekatan historis dan komparatif, upaya yang lebih terarah dan seimbang dapat dilakukan.
Ketiga yang menjadi prioritas utama Budhy dalam bukunya adalah prinsip-prinsip etis dan metodis Islam liberal. Prinsip atau nilai etis yang dikembangkan oleh Islam progresif (liberalisme) dalam bukunya Budhy antara lain adalah etika keadilan, etika kemaslahatan, etika pembebasan, etika kebebasan, etika persaudaraan, etika perdamaian, etika kasih sayang. Sedangkan metode pemikiran liberal, Budhy menjelaskan dalam bukunya adalah tentang penafsiran Al-Qur`an dan dampak penafsiran tekstual. Adapun beberapa metode yang telah dikembangkan secara liberal oleh kalangan Islam liberal atau Islam progresif adalah tentang asbab an-nuzul, Nasakh-Mansukh, Makiyah dan Madaniyah, teori ta`wil. Muhkam-Mutasyabihat, dan Hermeneutika.

E.     Pendekatan dan Metodologi
Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh Budhy dalam bukunya adalah: pendekatan Hermeunetik, sosiologis, historis. Sedangkan metodologi yang digunakan oleh Budhy adalah Metodologi kualitatif

F.      Batasan Kunci Pembahasan
Adapun asumsi kunci yang ingin di tawarkan Budhy dalam bukunya adalah:
1.      Kebebasan adalah karunia Tuhan. Tidak ada kebebasan tanpa batas. Liberalisme memberikan inspirasi bagi semangat kebebasan berpikir kepada masyarakat untuk mencari solusi terbaik dalam menghadapi masalah-masalah yang tengah di hadapi.
2.      Liberalisme adalah suatu sikap kritis terhadap agama. Dengan demikian, persoalannya adalah bagaimana kita bisa kritis terhadap agama, tetapi tidak perlu memutlakkan pikiran-pikiran rasional kita. Liberalismelah yang dapat menjaga dan mempertahankan kesehatan dan keseimbangan agama.
3.      Pandangan Liberalisme idealnya menyatakan bebas dari ketaatan mutlak terhadap interpretasi manusia. Sebab, umat beragama selalu mendapat agamanya dari manusia, tidak pernah langsung dari Allah. Agama memang sebuah realitas, sebuah komunitas historis.
4.      Liberal sebagai sebuah semangat selalu terdapat dalam setiap agama dan komunitas masyarakat. Sebab, di sana tercakup suatu etika atau prinsip-prinsip yang sifatnya membebaskan. To liberate sebenarnya pokok dari semangat tersebut. Jadi suatu pandangan yang liberal adalah pandangan yang membebaskan dari setiap belenggu.
Pada intinya yang dibahas oleh Budhy dalam bukunya adalah makna generik dari liberal itu sendiri yaitu kebebasan. Dan Islam adalah kebebasan. Islam memberikan ruang untuk berpikir bebas. Dalam konteks itu menurut Budhy maka liberalisme menjadi gagasan yang positif dan liberalisme dalam Islam adalah keinginan menjembatani antara masa lalu dengan masa sekarang. Jembatannya adalah melakukan penafsiran-penafsiran ulang sehingga Islam menjadi agama yang hidup. Karena menurut Budhy dalam bukunya kita sekarang hidup dalam situasi yang dinamis dan selalu berubah. Dalam arti luas, untuk memecahkan kompleksitas persoalan yang sarat dengan diskursus, menurut Budhy diperlukan sebuah tafsir yang membebaskan, yaitu tafsir yang akan dijadikan pisau analisis untuk melihat problem kemanusiaan, mempertimbangkan budaya, menghilangkan ketergantungan pada sebuah realitas sejarah tertentu dan menjadikan doktrin keagamaan sebagai sumber etis untuk melakukan perubahan. Di sini Budhy menekankan dalam bukunya bahwa liberalismelah yang dapat menjaga dan mempertahankan keseimbangan agama, karena berpikir liberal, rasional dan kritis merupakan sesuatu yang tidak dapat dinafikan bagi cita-cita dan kemajuan. Dan Budhy dalam bukunya yang pereview pahami bahwa semua agama mempunyai kebebasan yang sama dalam menganut kepercayaan, kebebasan yang sama menyatakan pendapat, dan kebebasan yang sama pula dalam menjalankan misi agama. Setiap penganut agama dan aliran kepercayaan menurut Budhy dalam bukunya mesti mendapat perlindungan sebagaimana mestinya, sesuai dengan undang-undang dan konsensus bersama, tanpa melihat apa agamanya. Apalagi sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, yang mana setiap warga negara mempunyai hak yang sama.

G.    Penilaian
Buku Budhy Munawar-Rachman ini adalah sebuah penjelasan ilmiah mengenai paradigma yang dilihat dari perspektif Islam yang berkembang di Indonesia, buku ini sangat ilmiah dan sangat menarik serta sangat inspiratif, sekalipun terjadi banyak pertentangan terhadap pendapat yang ditawarkan Budhy dalam bukunya ini bagi orang-orang yang menentang dan menolak, namun tidak sedikit juga pemikiran-pemikiran yang ditawarkan Budhy dalam bukunya ini yang bisa di ambil untuk kemajuan Islam ke depan. Wallahu a`lam.

H.    Kritik
Di sini saya tidak mengkritik bukunya Budhy Munawar-Rachman, akan tetapi di sini saya coba untuk mengkritik tentang analogi dan pemikiran Nurchalish Madjid yang di tulis Budhy dalam bukunya tersebut.
Pertama, Budhy dalam bukunya membenarkan apa yang dikatakan oleh Nurchalish Madjid bahwa Tauhid yang sebenarnya adalah Tauhidnya Iblis, karena Iblis tidak mau sujud kepada Adam, dan Iblis hanya mau sujud kepada Allah SWT. Di sini menurut saya Nurchalish Madjid melupakan satu hal bahwa, yang memerintahkan Iblis sujud kepada Adam adalah Allah, dan sujud yang diperintahkan oleh Allah kepada Adam adalah karena ilmunya Adam, bukan mempertuhankan Adam, di sini Iblis tidak patuh kepada apa yang diperintahkan oleh Allah (dalam hal ini Iblis sombong). Jadi kalau Nurchalish dalam Bukunya Budhy mengatakan bahwa tauhid yang sebenarnya adalah tauhidnya Iblis, di sini bagi saya adalah kebenaran yang tidak bisa diterima.
Kemudian yang Kedua, Budhy dalam bukunya menjelaskan bahwa agama semuanya adalah sama, dan menolak asumsi dari MUI bahwa agama bagi Allah itu adalah Islam. Di sini Budhy dalam bukunya mengambil pendapat Nurchalish Madjid bahwa “Islam” di situ adalah kata generik, yang artinya adalah “berserah diri kepada Tuhan”. Karena itu agama yang diridai oleh Allah adalah agama yang berserah diri kepada Allah. Buktinya agama-agama yang diajarkan oleh para Nabi, termasuk Nabi-Nabi Yahudi, Nasrani adalah juga Islam, karena inti ajarannya adalah berserah diri kepada Allah.
Di sini saya (pereview) membantah dan mengkritik apa yang dikatakan Budhy dalam bukunya dan pendapat Nurchalis Madjid bahwa semua agama itu sama dan ajaran yang di bawa oleh para Nabi terdahulu juga Islam. Saya tidak membantah bahwa agama yang dibawa mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Isa adalah agama Islam dan semua itu adalah dari Allah SWT. Namun di sini Budhy dalam bukunya (dalam hal ini pendapat Nurchalis Madjid) melupakan satu hal bahwa Nabi Muhammad SAW adalah khatamul ambiya dan penyempurna ajaran dan risalah (agama) para Nabi dan Rasul terdahulu. Dengan di utusnya Nabi Muhammad SAW, maka risalah para Nabi dan Rasul terdahulu tergantikan dengan ajaran dan risalah yang dibawa oleh Nabi SAW. Dan Nabi SAW adalah Nabi dan Rasul bagi seluruh alam, bukan bagi sebuah kaum, berbeda dengan para Rasul terdahulu yang di utus hanya kepada kaum-kaum tertentu. Wallahu a`lam.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, pereview  menyadari, sepenuhnya bahwa book review ini masih jauh dari kesempurnaan. Hanya kepada Allah jualah kita berserah diri semoga book review ini berguna bagi kita semua. Amin ya rabbal `alamin.


REFERENSI BUKU PERBANDINGAN

Ayu Utami, Bilangan Fu, Jakarta: Gramedia, 2008
Budhy Munawar-Rachman, Argumen Islam Untuk Liberalisme-Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya, Jakarta: Paramadina, 2010

Budhy Munawar-Rachman, Reorientasi Pembaharuan Islam, Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 2010

Carles Kurzman, Wacana Islam Liberal, Jakarta: Pramadina, 2001.

Jalaluddin Rahmad, Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 1991

Nader Hashemi, Islam, Sekularisme dan Demokrasi Liberal, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2011

Rizal Malaranggeng, Demokrasi dan Liberalisme, Jakarta: Fredom Institute, 2006

Ulil Absar Abdala, Menjadi Muslim Liberal, Jakarta: Nalar, 2005

0 komentar:

Post a Comment