Dualisme PNS dalam Pilkada

Oleh Muharril Al Aqshar -

BERBAGAI persoalan muncul mengiringi pelaksanaan berbagai tahapan pilkada, mulai dari ‘perang’ antarkelompok pendukung calon, sampai pada ragam kecurangan demi meraih kemenangan. Yang tak kalah menarik dan kerap menjadi sorotan adalah soal keterlibatan pegawai negeri sipil (PNS) dalam pilkda. Persoalannya adalah meski PNS harus bersikap netral dan jelas-jelas dilarang terlibat dalam dunia politik praktis itu, tapi inilah yang menjadi permasalahan klasik di negeri ini terkait dangan sikap dualisme PNS dalam pilkada.

Hal tersebut tentu saja bukan rahasia umum mengingat banyaknya kasus kecurangan yang dilakukakan oleh oknum PNS dalam pilkada. Barang kali kita semua masih ingat pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Banten tahun lalu. Di mana terungkapnya keterlibatan PNS dalam pentas politik untuk pemenangan salah satu kandidat gubernur lewat sebuah rekaman video yang beredar di YouTube. Dalam video tersebut Kepala BKPD Banten Eneng Nurcahyati terlihat jelas mengajak seluruh pegawai di lingkungan BKPD Banten untuk memenangkan Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno memimpin kembali Banten. Namun sungguh disayangkan kasus tersebut bak berita “sekilas info” tidak ada tindak lanjutnya.

Fenomena gunung es
Peristiwa tersebut merupakan fenomena puncak gunung es, yang kelihatan hanya puncaknya saja. Banyak kasus serupa di berbagai daerah yang belum muncul ke permukaan. Keterlibatan PNS dalam pentas politik memang tak bisa dipungkiri. Tapi mudah-mudahan kasus yang menodai pentas demokrasi dalam ajang pemilukada di Banten itu, menjadi pelajaran berharga bagi segenap jajaran PNS di Aceh, yang dalam waktu dekat ini juga akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Terkait pelaksnaan pilkada gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota di Aceh, banyak psangan kandidat yang sudah mendaftarkan diri di Komisi Independen Pemilihan (KIP) provinsi dan kabupaten/kota di Aceh, baik dari perwakilan partai politik maupun dari jalur independen. Mayoritas pendaftar merupakan pemain lama alias incumbent, para akademisi maupun pengusaha yang ikut serta meramaikan kancah perpolitikan di Serambi Mekkah ini.

Inilah ujian bagi segenap PNS di Aceh; Menjaga netralistas sebagai abdi negara atau sebaliknya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membantu salah satu kandidat calon kepala daerah. Dengan harapan apabila nantinya terpilih, kandidat tersebut bisa membantu dirinya dalam memuluskan jenjang karir di birokrasi. Sikap dualisme PNS ini disebabkan karena suburnya praktik-praktik nepotisme di dunia birokrasi.

Praktik tersebut telah berlangsung lama di jajaran pemerintah daerah, baik di tingkat povinsi maupun kabupaten/kota. Salah satu contohnya yaitu dalam pengisian jabatan khususnya eselon II dan III. Indikator yang digunakan untuk mengisi jabatan tersebut yakni atas dasar unsur kedekatan dengan pimpinan bukan karena kemampuan. Selain itu dipicu juga karena kurang tegasnya pemberian sanksi terhadap PNS yang terlibat dalam ranah politik.

Terlibat politik praktis
Hal itulah yang mengkotomi pola pikir PNS untuk lebih memilih terlibat dalam politik praktis, dengan menjadi tim sukses pemenangan salah satu kandidat kepala daerah, misalnya. Sikap netralitas haruslah dipegang teguh oleh setiap PNS agar tidak terprovokasi dengan lingkungan. Seorang PNS harus tetap bersikap profesional dan tidak terpengaruh dengan semua golongan partai politik.

Berbeda dengan era Orde Baru, di mana para PNS memang dijadikan sebagai satu alat kekuasaan. Di era reformasi ini, PNS dituntut lebih profesional dan harus menjaga netraliltas dalam Pilkada. Sebagai unsur aparatur negara, tugas PNS adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

Untuk menjamin netralitas tersebut pemerintah juga mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota partai politik jo PP Nomor 12 Tahun 1999, ditegaskan bahwa Sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka Pegawai Negeri Sipil harus bersikap netral dan menghindari penggunaan fasilitas negara untuk golongan tertentu. Selain itu juga dituntut tidak diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Sholeh (2010) perubahan sistem pemerintahan yang sebelumnya sentralistik tidak akan sepenuhnya efektif jika tidak disertai dengan perubahan paradigm / cara pandang dari aparatur pemerintah terhadap kekuasaan yang dipegannya. Kekuasaan pada hakekatnya adalah amanah rakyat melalui pemilihan kepala daerah. Dalam masyarakat madani kekuasaan bukanlah tujuan, tetapi hanyalah alat untuk mewujudkan tujuan yang tidak lain adalah masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur yang berkeadilan.

Itulah sebabnya mengapa PNS dituntut harus netral dalam pilkada. Karena PNS merupakan unsur penting dan sangat berpengaruh dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sebagai upaya mewujudkan pemerintah yang baik (good government) dan pemerintahan yang bersih (clean government).

Sikap profesional

Dalam mewujudkan hal tersebut tentu membutuhkan sikap profesional dari seluruh stakeholder. Bukan perkara mudah memang menumbuhkan sikap tersebut. Hal itu disebabkan karena cara pengangkatan PNS yang dinilai sangat sederhana. Namum bukan hal yang mustahil menumbuhkan sikap professional dengan mewujudkan secara nyata pada PNS. Hal ini wajib dilakukan sebagai langkah pertama pencegahan keterlibatan PNS dalam ranah politik.

Sudah barang tentu sikap profesional harus dimiliki oleh setiap PNS di Aceh. Dan juga diharapkan PNS agar tidak menggunakan momentum tersebut sebagai batu loncatan dalam karir di birokrasi. Bila ingin mendapatkan jabatan berkerjalah secara profesional. Karena jabatan di birokrasi merupakan jabatan karir bukan jabatan politik.

Maka dari itu sebagai PNS haruslah memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun bangsa dan negara. Dengan cara menumbuhkan semangat profesiolisme pada diri kita agar bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Penulis menyakini bahwa masih banyak PNS daerah Aceh yang masih mempunyai sikap idealis sebagai pelayan masyarakat bukan penguasa.

Dengan demikian, mari kita jaga sikap netralitas sebagai PNS yang profesional dengan tidak melibatkan diri dalam politik praktis di pilkada Aceh. Sebagai abdi negara haruslah tetap fokus pada tugas dan tanggung jawab masing-masing serta tidak terjerembab dalam kepentingan pihak mana pun. Ini semua demi memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara.

* Muharril Al Aqshar, SE. adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Setdakab Aceh Besar/Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Dualisme PNS dalam Pilkada - Serambi Indonesia

1 komentar:

quick count pemilukada aceh barat daya 2012
http://abdya.sytes.net

Post a Comment