KKN, Melupakan Sejenak Sisi Apatisme Mahasiswa


Oleh: Pramudya Arif Dwijanarko* -


APATIS, pragmatis, hedonis, dan berbagai kebiasaan buruk lainnya melekat pada diri mahasiswa sekarang. Bagaimana tidak? Ada tanggung jawab besar yang harus ditanggung oleh mahasiswa.
Tanggung jawab pertama adalah kepada orang tua. Mereka harus bisa memberikan jawaban atas susahnya para orang tua mereka untuk membiayai biaya kuliah yang semakin melambung. Padahal, harga kebutuhan pokok pub senakin mencekik. Akan sangat tidak sopan jika para mahasiswa pulang dengan nilai yang tidak membanggakan. Mengapa nilai? Karena nilai lah yang biasanya menjadi indikator kepuasan orang tua. Memiliki IP bagus, lulus cum laude, dan diterima di perusahaan minyak adalah dambaan banyak orang tua sekarang. Dengan tanggungan demikian para mahasiswa pun cenderung untuk lebih mementingkan segi akademis mereka. Apalagi sekarang kondisi pendidikan tinggi cukup sulit. Tugas yang menumpuk, seakan tugas itu sudah menjadi kebutuhan pokok mahasiswa.

Alasan kedua adalah masalah yang ada dalam bangsa ini. Kita tahu bahwa bangsa ini sedang dilanda sakit yang sangat kronis. Perampokan, pembunuhan, penipuan, korupsi, dan berita kriminal lainnya menghiasi negeri ini tiap hari. Masyarakat mulai jenuh. Apalagi mahasiswa, lebih baik mereka memilih untuk fokus pada kuliah, lulus, dan membahagiakan keluarga.

Namun, beberapa waktu mendatang, beberapa mahasiswa akan melupakan sisi gelap mereka tersebut. KKN, bukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, akan memaksa mahasiswa untuk tidak apatis dengan permasalahan bangsa ini. Kegiatan itu disebut Kuliah Kerja Nyata.

KKN adalah kegiatan akademik yang dilaksanakan di tengah kehidupan sosial masyarakat, terutama di wilayah pedesaan. Mahasiswa peserta KKN diperkenalkan secara langsung dengan masyarakat dan permasalahannya yang kompleks. Sambil belajar, para mahasiswa sekaligus mengaplikasikan pengetahuannya sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat. Melalui KKN, mahasiswa diharapkan selain menjadi calon sarjana yang mempunyai kompetensi sesuai keilmuannya, juga menjadi calon sarjana yang populis, generalis, dan mempunyai kepedulian terhadap problem-problem kemasyarakatan.

Dengan KKN inilah mahasiswa, yang hanya 5 persen dari total penduduk di Indonesia, menjadi perintis perubahan dalam masyarakat pedesaan. Para mahasiswa yang biasa belajar di dalam kelas, harus mampu menyelesaikan permasalahan di pedesaan sesuai kemampuan mereka. Jika di kelas, para mahasiswa hanya terbiasa dengan teori-teori, dan mungkin praktek pun masih berbasis pada teori saja, nah dalam KKN ini mahasiswa dihadapkan dalam sebuah problem langsung. Bagaimana penyelesaiannya, bagaimana cara mahasiswa mampu mengajak masyarakat desa agar lebih madani.

KKN bisa menjadi semacam Corporate Social Responsibility sebuah kampus terhadap masyarakat sekitar. Seperti halnya sebuah perusahaan yang berada di suatu wilayah, perusahaan tersebut harus membalas budi kepada masyarakat sekitar. Begitu pula dengan KKN. KKN menjadi balas budi sebuah universitas terhadap daerah sekitarnya. Sangat tidak adil ketika dalam suatu daerah, ada universitas besar yang di dalamnya terdapat orang-orang cerdas namun di sekitar daerah tersebut masih banyak orang yang belum bisa baca tulis.

Misalnya di Yogyakarta. Meski berstatus sebagai kota pelajar, masih banyak masyarakat yang tertinggal di sekitar kota tersebut. Sehingga UGM, yang berstatus sebagai universitas nomer dua di negeri ini memiliki kewajiban untuk membantu masyarakat tertinggal tersebut. Di Yogya, UGM tidak bekerja sendiri. Beberapa universitas yang lain seperti UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Islam Indonesia juga memiliki program KKN seperti halnya di UGM.

Di UGM, KKN lebih berbasis kepada community empowerment (pemberdayaan masyarakat) bukan community development (pembangunan masyarakat). Hal ini dimaksudkan karena subjek dalam KKN bukan hanya mahasiswa, namun juga masyarakat. Dengan metode pemberdayaan, masyarakat menjadi aktor utama, mahasiswa hanya sebagai inisiator saja. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tetap berkembang secara mandiri meskipun proses KKN telah selesai.

Program KKN sendiri cukup bervariasi. Mahasiswa lewat dosen pembimbing bebas memilih tema dan mengajukan proposal program mereka. Rata-rata program pun tidak berbeda jauh dengan bidang keilmuan. Bagi mahasiswa fakultas teknik energi menjadi primadona utama, seperti pemberdayaan listrik tenaga angin di Pandansimo, Bantul, Yogyakarta. Ada pula pemanfaatan potensi pariwisata di daerah Lombok, pendirian UMKM di daerah Cepu, bahkan ada pendidikan kemasyarakatan di Papua.

Sebagaimana disampaikan oleh bapak Wakil Presiden Indonesia dalam pelepasan mahasiwa KKN di Grha Sabha Pramana, UGM Kamis lalu, beliau berpesan bahwa mahasiswa sebagai generasi yang akan menggantikan pemimpin yang ada saat ini harus lebih peduli terhadap realita masyarakat. Jadi ketika nanti menjadi pemimpin, harus jauh lebih baik daripada yang sekarang.

*Pramudya Arif Dwijanarko adalah Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UGM 2011

0 komentar:

Post a Comment