Diktator Generasi

Oleh: Nazar Shah Alam -

TAHU dan sadarkah kita pada siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas moral, prestasi, dan perkembangan generasi ini, yang menentukan baik dan buruknya mereka, maju dan mundurnya mereka? Jawabannya ialah orang tua mereka sendiri dan generasi sebelum mereka menjalani masa ini.

Selama ini generasi muda kita jauh tertinggal daripada generasi muda di tempat lainnya. Bisa kita lihat sebagian buktinya, pemuda dari mana yang selama ini berhasil menguasai media hiburan, media cetak, yang tersohor namanya, sebagian besarnya berasal dari tanah Jawa. Apa yang menyebabkan generasi mereka dengan mudah bisa berkembang? Salah satunya adalah ruang menumpahkan segenap kesah dan kreativitas mereka.

Pemuda Aceh selama ini terlalu terkungkung dalam sebuah ruang yang sangat sempit untuk ‘melacurkan’ kreativitas mereka. Di banyak tempat, berbagai kreativitas pemuda malah dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Sebut saja misalnya para muda yang memiliki hobi bergitar, jika mereka pada masa-masa tertentu menjinjing atau memainkan gitar bersama kawanannya, sebagian masyarakat akan menegur atau melabelkan mereka sebagai pemuda malas.

Terkadang kita patut menyayangkan hal demikian, mengingat kreativitas pemuda kita memang sangat besar dan ruang kreasi mereka terhalang idealisme sempit para tua itu. Memang tidak semua orang tua (baca: generasi tua) yang bersikap demikian, namun tidak jarang kita menemukan mereka yang membatasi ruang ini dengan berbagai kilah. Maka kemudian kita sering mendengar idiom, orang tua yang tak pernah merasa muda.

 Penjara kreativitas
Pada dasarnya sikap, mental, dan psikologis pemuda sangat ditentukan oleh sikap, mental, dan psikologis orang tua mereka sendiri. Manakala orang tua bisa menerima keberadaan dan segenap polah mereka secara terbuka, tentunya pemuda akan lebih mudah diatur untuk bersikap baik. Tak perlu dipungkiri bahwa pemuda menjadi bengal dan bersikap di luar batas kewajaran adalah karena kepedulian dan penerimaan orang tua mereka sendiri dan atau orang-orang tua di sekeliling mereka yang acap seperti penjara bagi minat mereka. Orang tua seringkali melihat sesuatu dengan kekhawatiran yang berlebihan.

Semestinya gampang saja bila memang kita menghendaki pemuda bisa mengikuti segenap aturan yang ada. Orang tua mereka dan para generasi sebelum mereka tinggal memberikan sedikit perhatian lebih terhadap mereka, mendukung dan mengarahkan mereka ke tempat yang lebih tepat, kemudian memberikan semacam apresiasi kepada para muda yang memiliki kreativitas itu. Tidak perlu mereka dibanding-bandingkan dengan orang lain yang sudah terarah hidupnya atau sudah berhasil. Semua manusia memiliki pilihan hidupnya masing-masing, orang tua hanya sebagai pengatur arah saja.

Bila saja para generasi tua bisa lebih terbuka dalam menerima segenap kreativitas para muda, tentu saja mereka bisa mengambil sikap bijak. Semisal orang tua mengarahkan anak-anak mereka sesuai dengan kegemaran mereka di tempat yang lebih positif, anak akan lebih merasa dihargai. Mereka kemudian akan menjadi lebih sungguh-sungguh dalam menyalurkan hobi dan berusaha untuk meraih sesuatu yang lebih baik.

Selama ini tak perlu dipungkiri bahwa orang tua kebanyakan bersikap terhadap anaknya seolah dia adalah Tuhan yang bisa memutuskan baik buruknya kehidupan anak-anak mereka di masa depan. Patut disayangkan sekali, memang. Di mata orang tua kerap kita temukan pendapat bahwa ia lebih tahu tentang anak-anaknya karena ia yang memelihara mereka, ia tahu kebaikan dan keburukan untuk anaknya, ia tahu semua tentang pilihan terbaik demi masa depan anak-anaknya.

Padahal sudah jelas bahwa anak acap memiliki pandangan yang berbeda sama sekali dengan apa yang diimpikan orang tuanya dan itu sebuah kewajaran. Jika kemudian orang tua memaksa anak-anaknya untuk mengikuti titahnya dan atau anak wajib menuruti kewajiban orang tua tanpa boleh mengembangkan kemauan dan bakatnya, bukankah sebaiknya dari awal tidak perlu melepas mereka ke lingkungan?

Manusia adalah makhluk berkembang. Ia akan mengikuti dan belajar dari pengaruh lingkungannya. Hal tersebutlah yang kemudian membantu banyak dalam perkembangan manusia hingga mencapai sebuah peradaban. Perkembangan pada anak bila terus dibina dan dikembangkan, kemungkinan mereka akan menjadi seseorang yang berhasil akan lebih besar adanya. Namun hal ini terkadang luput dari perhatian orang tua. Selama ini yang kerap terjadi adalah anak mesti mengikuti orang tua, bila tidak ia akan dicap durhaka.

 Kurang berkembang

Penjara semacam inilah yang menyebabkan generasi kita kurang berkembang. Kekhawatiran berlebihan orang tua, stereotype buruk dari lingkungan, ruang pengembangan imajiner, keterbatasan kemampuan finansial dalam perwujudan kreativitas, adalah kendala mendasar dalam hal perkembangan kreativitas para muda ini. Sungguh masalah yang komplit. Pemuda yang punya kreativitas tinggi, tak ada dukungan, ada dukungan, tak ada ruang, ada ruang, tak ada kemampuan finansial untuk pengembangannya. Komplit sudah.

Seperti itulah, terlepas dari segenap keterbatasan yang menyangkut pengembangan kreasi para muda pada puncaknya, di dasar ini mereka perlu mendapat perhatian yang lebih baik. Berikan kesempatan dan bantu mereka berkembang, berikan motivasi dan perhatian yang sedikit lebih agar mereka merasa dihargai, dukung mereka, bantu mereka menggapai mimpi besar mereka.

Bukankah kemajuan dan prestasi baik seseorang akan selalu bisa mengharumkan nama tempat lahir dan hidupnya, orang tua dan lingkungannya? Semoga kita tidak tergolong kepada orang-orang yang bangga pada delima liar bilamana ia sudah berbuah lebat dan jadi pandangan orang, sedang pada masa ia belum besar selalu saja berkehendak membunuh bibitnya sebab dianggap ia hanya menyemak saja di depan rumah.

* Nazar Shah Alam, Mahasiswa Gemasastrin FKIP Unsyiah, Banda Aceh/Komunitas Teater Rumput. Email: nazararlams@yahoo.co.id
Diktator Generasi - Serambi Indonesia

0 komentar:

Post a Comment