Menelusuri Gagasan Sekulerisasi


Oleh: Tabrani. ZA Al-Asyhi* - 

Sekulerisasi merupakan gagasan penting yang diadopsi oleh kelompok Islam Liberal, yang sangat diperjuangkan secara konsisten ataupun radikal oleh Nurcholis Majid khususnya. Tidak diragukan lagi bahwasanya sekulerisasi merupakan gagasan yang berasal dari  warisan sejarah perkembangan peradaban Barat mulai abad pertengahan ditandai dengan dominasi gereja yang menghambat penelitian ilmiah. Indikatornya ialah bibel mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal. Sehingga revolusi ilmiah yang dirintis oleh Copernicus dengan teori heleosentrinya dianggap bertentangan dengan bibel.
Allah SWT telah menetapkan Rasullah SAW  sebagai penyempurna agama-Nya. Oleh sebab itu Allah menetapkan bahwa agama Islam telah sempurna. Tapi perubahan zaman menyumbangkan interpretasi-interpretasi mengenai agama Islam yang melahirkan  gagasan sekulerisasi dan liberisasi dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh pemikiran yang bergulir dari kaum Orientalis Barat dan  misionaris Kristen yang  diadopsi oleh Islam Liberal.
Hal ini menimbulkan perpecahan antara dua golongan saudara yang sebagian besar menguasai lahan hijau umat Islam. Salah satunya adalah seorang yang buta akan integrasi ilmu pengetahuan dan agama yang disebabkan oleh pengaruh pemikir barat yang menafikan kebesaran tunggal. Tapi dengan mengembangkan pola dialog interaktif, Adnin Armas sebagai umat Islam sisi kanan menyingkap esensi dari gagasan Islam Liberal yang condong menghancurkan serta mengumumkan bahwasanya mereka termasuk umat Islam yang menentang  konsep Tuhan yang ditulis dalam bukunya berjudul Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap   Islam Liberal, diterbitkan oleh Gema Insani Press cetakan pertama pada tahun 2003 setebal xxiv +156 halaman.
Gagasan sekulerisasi muncul dikarenakan ketidaksanggupan doktrin dan dogma agama Kristen untuk berhadapan dengan peradaban Barat yang sangat beragam. Hasilnya para teolog Amerika dan Eropa menggagas revolusi teologi radikal, yang menggagaskan bahwasanya ajaran Kristen harus disesuaikan dengan sains dan teknologi modern dalam menghadapi sekulerisasi.
Harvey Cox pada tahun 1960-an telah menjelaskan secara rinci bahwa istilah Inggris secular berasal dari bahasa latin saeculum yang berarti zaman sekarang. Pada satu kata lain dalam bahasa Latin juga menunjukkan makna dunia, yaitu mundus yang kemudian di Inggriskan menjadi mundane yang menunjukkan makna ruang. Menurut Harvey Cox, kata dunia dalam bahasa latin memiliki dua arti yaitu mundus dan saeculum, makna kata dunia yang memiliki arti kata ambivalensi yang berasal dari perbedaan antara dua konsep antara  Yunani dan Ibrani. Bagi orang Yunani dunia adalah ruang atau sebuah tempat, maka orang Yunani kuno memandang realitas  menurut ruang. Tapi menurut orang Ibrani, esensi dunia adalah sejarah, maka orang Yahudi memandang realitas menurut masa. Ketegangan konsep antara kedua belah pihak berdampak besar bagi perkembangan teolog Kristen sampai saat ini. Sekulerisasi bermakna pembagian antara  intuisi spiritual dan sekuler, sedangkan sekulerisasi artinya pindahnya tugas gereja dengan tanggung jawab tertentu khususnya pada bidang politik. Penjelasan Cox tersebut identik dengan Nur Cholis Majid yang memasukkan sekulerisasi dalam Islam.

Pro-Kontra Sekulerisasi Nur Cholis Majid Dan Al-Attas
Dalam menanggapi isu tersebut secara tidak langsung telah membagi pemikir Islam menjadi dua kubu yaitu, kubu Nurcholis Majid dan Naquib Al-Attas. Nur Cholis Majid pada tanggal 2 Januari 1970 meluncurkan gagasan sekulerisasinya dalam diskusi yang meluncurkan makalah berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Gagasan itu diperkuat pada pidatonya di Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 21 Oktober 1992 yang berjudul “Beberapa Renungan Tentang Kehidupan Beragama di Indonesia”. Setelah itu berjubellah para propagandis sekulerisasi Indonesia dengan memproklamirkan sekulerisasi, di antaranya adalah Ulil Absar Abdalla, dkk.
Padahal gagasan sekulerisasi merupakan modifikasi Nur Cholis Majid yang diadopsi dari Harvey Cox dan Robert N Bellah berhasil mengolaborasikan gagasannya dari konsepsi pandangan mereka dan ajaran Kristen. Dengan mencari justifikasi dalam ajaran Islam serta melupakan dikotomi antara sejarah Islam dengan Kristen. Menurutnya dengan menerangkan arti etimologi sekulerisasi akan membantunya dari segi bahasa, ia berpendapat bahwasanya: “Kata sekuler berasal dari bahasa Inggris, Latin, Belanda dan lain-lain, yang berasal dari bahasa Latin, yaitu saeculum artinya zaman sekarang ini. Sedangkan arti yang sebenarnya salah satu dari dua kata latin yang berarti dunia atau waktu (mundus) adalah ruang. Menurutnya Sekuler merupakan  istilah paralel dalam bahasa Yunani Kuno, Latin dan bahasa Arab.
Nur Cholis mengutip pendapat Harvey Cox, bahwasanya sekulerisasi dan sekulerisme berbeda. Hal tersebut karena semakin jelas jika dianalogikan dengan perbedaan rasionalisasi yaitu proses penggunaan suatu metode untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan tentang hal tersebut. Sedangkan rasionalisme adalah pendukung rasionalisasi. Analoginya, sekulerisasi tanpa sekularisme, yaitu proses penduniawian tanpa paham keduniawian yang menimbulkan sekulerisasi terbatas dan kritikan. Yang diberikan oleh hari ketuhanan dan prinsip ketuhanan. Jadi sekulerisasi harus dianut oleh semua agama khususnya Islam.
Dalam menggulirkan gagasannya ia menjustifikasikan  dua kalimat syahadat yang mengandung negasi dan afirmasi. Islam dengan ajaran tauhidnya telah mengikis habis animisme, hal ini berarti bahwasanya tauhid telah melahirkan sekularisme besar-besaran pada diri animis. Manusia ditunjuk Tuhan sebagai khalifah di muka bumi ini yang memiliki intelektualitas, rasio dan akal pikiran yang harus dimodifikasikan dengan rasionalisasi dan desakralisasi. Ia melanjutkan argumennya, bahwa dalam Islam terdapat dua konsep, pertama hari agama adalah masa ketika hukum-hukum antara manusia tidak berlaku lagi, yang ada hanya hubungan antara manusia dan Tuhannya. Kedua, hari Dunia adalah  masa yang sedang kita jalani saat ini, hukum-hukum akhirat belum berlaku.
Berbeda dengan Nur Cholis Majid yang mengikuti paham Cox, Syekh Muhammad Naquib al-Attas justru sebaliknya. Pada tahun 1973 ia telah mengkritik sekulerisasi dengan mengembangkan gagasannya dalam bentuk karya monograf dan menerbitkan buku Islam dan Secularism. Menurut Al-Attas klaim sekulerisasi terdapat dalam bible itu merupakan kebohongan terbesar karena sebenarnya sekulerisasi dihasilkan oleh konflik lama antara bible dan orang  Barat.  Al-Attas juga  mengkritik arti Cox tentang perbedaan arti sekulerisasi dengan sekulerisme, karena dua kata tersebut berujung pada makna yang sama yaitu relativisme sejarah yang sekuler.
Dan Islam tidak boleh mensekulerkan serta desakralisasi nilai-nilai agama dengan segala hal. Karena dinamisme kehidupan terjadi karena hubungan vertikal dan horizontal yang dinamis. Memang manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi bukan menjadi partner Allah. Sedangkan sekulerisasi pada makhluk hidup akan mendatangkan malapetaka dan korban eksploitasi sains yang sesat. Jadi sekulerisasi yang dipromosikan lewat gagasan-gagasan orang Liberal merupakan kopian dari eksperimen Kristen dan orang Barat yang sangat berbeda  dengan ajaran Islam.

Dialog Mengenai Orientalis dan Al-Qur`an Proyek Misi Kristen dan Orientalis
Ketika Nur Cholis meluncurkan gagasan sekulerisasi pada tahun 1970 di Indonesia, sangat menyentuh hal-hal yang mendasar pada keautentisitas Al-Qur`an dan Mushaf Utsmani. Karena agenda keabsahan Al-Qur`an telah digarap lama oleh mereka dan sangat mendukung gagasannya. Ironisnya, upaya untuk meragukan Al-Qur`an juga muncul di kalangan aktivis Islam Liberal.  
Usaha Orientalis yang terus menerus menyerang Islam berhasil menjebol pemikiran intelek muslim. Salah satunya Muhammad Arkoun seorang cendekiawan yang sangat populer di kalangan Islam Liberal, membela pemikiran marginal dan menggugat pemikiran dominan dengan mengeluarkan pendapatnya bahwasanya keauntetikan Al-Qur`an perlu dilacak. Ia mengklaim muslim ortodoks  yang terjebak dengan pendekatan fisiologis dan historisme yang terbatas dengan kajian klasik dan tidak menggunakan ilmu-ilmu humaniora. Menurut Arkoun, para Orientalis sangat berjasa bagi kemajuan perkembangan serta studi Islam. Namun gagasan Arkoun tersebut ditolak oleh kalangan muslim. Karena pada hakikatnya bukan Al-Qur`an yang diragukan oleh kaum muslim namun keislaman Arqoun itu sendiri yang perlu diragukan.

Tanggapan
Dialektika antara Islam kiri (Liberal) dan Islam fundamental merupakan wujud penolakan terhadap gagasan serta metodologi Islam yang bersifat bebas tanpa batas dan diadopsi serta diaplikasikan dari pemikiran para Orientalis dan  Misionaris Kristen, seperti Harvey Cox, Robert Bellah, Michel Faucault atau Charles Kurzman yang menafikan the real dan kebenaran tunggal. Padahal konsep Islam yang didasarkan pada Al-Qur`an dan hadits merupakan kunci kemajuan peradaban Islam dari zaman nabi Muhammad SAW sampai detik ini. Oleh sebab itu sangat tidak logis sekali kalau pendukung Islam Liberal mengusung gagasan mereka sebagai wujud protes terhadap Islam fundamental, di antaranya, pertama menciptakan negara sekuler yang terlepas dari nilai-nilai agama. Kedua, kodifikasi Orientalis dan pemikir Barat yang sangat ambisius untuk menghancurkan Islam terhadap Al-Qur`an yang difilter oleh Islam Liberal. Hal ini disebabkan kebodohan mereka yang menginterpretasikan Al-Qur`an secara global tanpa mendalami sistematika pembelajaran Al-Qur`an secara kompleks dari faktor historis maupun  bahasa.
Kesimpulannya Islam Liberal merupakan fenomena kehidupan Islam yang terdoktrin dengan oleh pemikiran para Orientalis dan  Misionaris Kristen, yang menafikan the real dan kebenaran tunggal. Sehingga konsep Islam yang mendasar pada ketuhanan, kenabian, ilmu, politik dan agama dirancui oleh arti kebebasan yang tak terbatas dalam pola pikir tentang Islam. Dan dengan kebohongannya, mereka maju dengan segala argumen yang menyesatkan. Padahal Islam merupakan agama yang telah mengintegrasikan antara agama dan ilmu sejak dahulu kala karena Islam agama modern karena berpedoman pada wahyu Allah, bukan modern karena zaman dan manuskrip  yang  tertulis karena sumbangsih pemikiran manusia yang terbatas. Sehingga apabila umat Islam meninggalkan Al-Qur`an dan hadits berarti kita memungkiri agama Islam sendiri yang diturunkan dan disebarkan oleh nabi  Muhammad SAW.

Tulisan ini merupakan sebuah pemahaman dari Buku Adnin Armas, MA- Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap Islam Liberal.

* Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

0 komentar:

Post a Comment